Pacitan (ANTARA News) - Fenomena kemunculan uap panas yang didahului ambles pada sebidang tanah di Desa Gemaharjo, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, selama beberapa hari terakhir diduga kuat merupakan rangkaian imbas dari gempa Bali (Kamis, 13/10).

"Patahan tidak aktif yang ada di bawah lokasi kemunculan uap bergeser karena ada energi kuat yang memicunya sehingga berubah menjadi (patahan) aktif," terang staf teknis Dinas Pertambangan dan Energi (DPE) Kabupaten Pacitan, Hadi Surahman, Kamis.

Ia lalu mengibaratkan kondisi patahan-patahan lama dalam sistem lapisan kerak bumi dengan jaringan kulit tubuh manusia. Menurutnya, pada kasus patahan tidak aktif, kondisinya mirip seperti bekas luka.

Pada saat normal jaringan kulit itu akan baik-baik saja. Namun saat terjadi gesekan atau pun benturan dengan benda lain, jaringan kulit pada bagian bekas luka biasanya lebih sensitif dan mudah mengalami iritasi sehingga memicu keluarnya darah.

"Kondisi serupa juga terjadi pada struktur lapisan lempeng yang mengalami patahan-patahan dan saling tumpang-tindih antara satu sama lainnya," terangnya.

Dengan asumsi tersebut, lanjut Hadi, secara teoritis patahan yang sebelumnya tidak aktif tersebut kembali bergerak setelah dilalui rambatan energi dari gempa Bali berkekuatan 6,8 skala richter (SR) yang terjadi pada Kamis (13/10).

Energi kuat itu sendiri pada kelanjutannya menciptakan celah yang menjadi jalan keluarnya gas, seperti saat ini terlihat di Desa Gemaharjo, Kecamatan Tegalombo, beberapa hari terakhir.

Hanya saja, terkait lebar patahan aktif maupun kedalaman celah yang terbentuk, Hadi tidak bisa memastikan karena untuk mengetahuinya harus menggunakan peranti seismograf yang hanya dimiliki oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Sebagaimana laporan masyarakat, selama uap panas dan gas muncul, mereka tidak mencium bau yang menyengat layaknya gas berbahaya. "Kalau yang keluar gas mengandung belerang tentu berbahaya untuk kesehatan, apalagi sampai gas sianida seperti terjadi di Dieng beberapa waktu lalu," ujar Hadi.

Meski gas yang keluar saat ini relatif berkurang, namun pihaknya tetap berharap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi itu untuk tetap waspada. Sebab, celah lebih besar kemungkinan masih akan terbentuk jika muncul gempa kembali dengan kekuatan besar.

Menurut keterangan Hadi, ada beberapa parameter untuk menentukan besar tidaknya pengaruh energi rambatan gempa terhadap struktur patahan di Desa Gemaharjo, diantaranya adalah jarak dengan episentrum, energi (kekuatan) gempa, serta kontinuitas gempa.

(ANT-130)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011