Jakarta (ANTARA) - Warga Rusunami City Garden, Cengkareng, Jakarta Barat, berharap segera mendapat layanan air bersih seperti yang telah dijanjikan pihak terkait sejak 12 tahun lalu.

Warga mengaku telah12 tahun menempati  
rusunami tersebut tanpa mendapatkan air bersih. Karena itu, mereka yang tergabung dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rusunami City Garden (P3CG) mengadukan masalah ini ke berbagai pihak.

Aduan tersebut, menurut salah satu penghuni Rusunami City Garden, Rita dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, telah dilayangkan oleh warga ke Pemprov dan DPRD DKI Jakarta hingga ​​​Ombudsman.

Rita menceritakan persoalan tersebut mulai terjadi pada 2008. Saat itu sebuah perusahaan memasarkan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) City Garden dan menjanjikan fasilitas sumber air bersih PDAM.

"Tapi sampai saat ini air PDAM sama sekali tidak ada sehingga ketersediaan air bersih pun menjadi sumber masalah di Rusunami City Garden," kata Rita.

Lalu, alih-alih menyediakan air bersih PDAM sesuai yang dijanjikan, pengelola yang ditunjuk menggunakan air WTP (Water Treatment Pump) yang kualitasnya sangat buruk dan tidak layak pakai karena bau menyengat, kotor dan berlumpur.

Baca juga: DPRD: DKI harus gencar sosialisasikan teknis perpanjangan HGB Rusun

Akhirnya warga rusunami pada Oktober 2021, melaporkan WTP di aplikasi JAKI (Jakarta Kini). "Dari Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta datang inspeksi mendadak dan langsung menyegel WTP beserta tiga sumur bor air tanah yang semuanya ilegal," ujar Rita.

Dampak dari penyegelan tersebut, kata Rita, penghuni Rusunami City Garden sampai sekarang secara swadaya harus menggunakan air dari mobil tanki dengan biaya kurang lebih Rp300 ribu per bulan untuk tiap unit dan menggunakan sistem buka-tutup di pagi dan malam hari.

Hal ini diperparah dengan adanya Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari Palyja untuk membayar biaya instalasi air bersih sejumlah Rp955.653.908 pada 6 Desember 2021 ke pengelola, namun dibebankan kembali kepada para pemilik unit karena pengembang dan pengelola tidak mau menanggung biaya tersebut.

"Berulang kali kami mencoba negosiasi, namun tidak mendapat konfirmasi yang positif," ucapnya.

Hingga akhirnya, Rita bersama penghuni lainnya mencoba mengadu ke DPRD dengan harapan bisa mendapatkan titik terang. Akhirnya pada 18 Maret 2022, perwakilan melakukan audiensi dengan Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI yang berjanji segera menindaklanjuti hal tersebut dengan instansi terkait.

Lalu, pengelola menyarankan untuk menggunakan kembali WTP yang sudah disegel. Para penghuni akhirnya terpaksa membeli air isi ulang dan mendatangkan sendiri air tanki untuk didistribusikan kepada para lansia dan anak kecil dengan galon.

Baca juga: Pemprov DKI izinkan Perumnas bangun rusunami Cengkareng

Pengelola juga sempat diskusi dengan warga untuk mencari solusi air bersih, kata dia, tapi karena kondisi memanas hingga akhirnya pengelola mundur dan mengembalikan pengelolaan ke warga.

Karena berbagai masalah yang dihadapi, terbaru warga melaporkan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan Pemprov DKI dalam hal ini Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman ke
Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jakarta Raya, pada Kamis (31/3) terkait dugaan maladministrasi di kasus krisis air bersih.

Pengacara publik LBH Jakarta, Charlie Albajili yang mengadvokasi warga rusun tersebut menjelaskan, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman karena ada dugaan pembiaran dalam pengelolaan yang tak kunjung diserahkan dari swasta ke penghuni.

Sementara untuk PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) karena perusahaan tersebut mematok harga untuk memasang pipa air bersih yang terlalu tinggi. Menurut dia, rincian harga yang diberikan Palyja tidak sesuai aturan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022