angkanya tidak sampai 31 persen, namun di kisaran 19 persen
Mataram (ANTARA) - Kementerian Dalam Negeri mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mempercepat penanganan stunting karena berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2021, prevalensi stunting di NTB masih berada di angka 31,4 persen.

Dalam keterangan tertulis diterima di Mataram, Jumat, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Teguh Setyabudi mengatakan, diperlukan peran Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan posyandu dalam menangani masalah stunting.

"Diperlukan optimalisasi peran PKK dan posyandu dalam penurunan angka stunting ini," ujarnya dalam acara pembukaan Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) NTB 2023.. 

Menurutnya perlu ada kolaborasi dua lembaga PKK dan posyandu karena program kerja yang dimilikinya banyak yang menyentuh masyarakat di tingkat bawah.

Misalnya di PKK ada program pemanfaatan pekarangan untuk ketahanan pangan keluarga Indonesia, program sosialisasi dan promosi makanan berbahan baku lokal, kegiatan bedah rumah untuk menciptakan Rumah Layak Huni hasil kerja sama dengan PUPR dan lain sebagainya.

Baca juga: Gubernur: NTB berkomitmen turunkan angka stunting
Baca juga: Menko PMK : Angka kematian bayi berat badan rendah di NTB tinggi

Sementara posyandu juga memiliki program kesehatan ibu, bayi, dan balita, program kesehatan anak usia sekolah dan remaja, kesehatan usia produktif, kesehatan lanjut usia, perbaikan gizi masyarakat dan lainnya.

Selain persoalan stunting, pihaknya juga mendorong agar NTB mampu menekan kemiskinan ekstrem, sebab angka kemiskinan ekstrem di NTB mencapai 284 ribu jiwa.

Di mana terdapat delapan kabupaten dan kota yang termasuk wilayah prioritas Tahun 2022 yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, dan Kota Bima.

Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan ukuran kemiskinan absolut atau absolute poverty measure yang konsisten antarnegara dan antarwaktu. Miskin ekstrem didefinisikan sebagai kondisi di mana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan esktrem-setara dengan USD 1,9 Purchasing Power Parities (PPP).

Adapun tingkat kemiskinan ekstrem tahun 2021 secara nasional sebesar empat persen atau 10.865.279 jiwa.

"Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas tentang strategi penanggulangan kemiskinan ekstrem pada 21 Juli 2021 yang mengamanatkan angka kemiskinan ekstrem turun hingga nol persen pada 2024," ucapnya.

Baca juga: Wapres larang pernikahan dini untuk cegah stunting
Baca juga: Wapres Ma'ruf singgung kemiskinan di NTB di atas nasional

Selain masalah stunting dan kemiskinan ekstrem, Teguh juga memaparkan realisasi indikator makro di NTB. Di mana pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari tahun 2020 sebesar -0,640 persen menjadi 2,3 persen pada 2021.

"Perlu upaya lebih lanjut dan berkesinambungan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi NTB," ujarnya.

Persentase penduduk miskin di NTB mengalami penurunan. Tahun 2021 tingkat kemiskinan sebesar 13,83 persen, sementara tahun 2020 yaitu sebesar 14,23 persen. Meski demikian tingkat kemiskinan NTB masih di atas nasional.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan pihaknya memiliki data by name by address yang ada di masing-masing posyandu di seluruh NTB. Sehingga kata Gubernur, angka stunting di tahun 2021 di NTB ada pada kisaran 19 persen.

"Tadi Bu Wagub bilang ke saya, angkanya tidak sampai 31 persen, namun di kisaran 19 persen, karena ada data by name by address," katanya.

Baca juga: Wapres tegur Gubernur NTB soal tingginya angka kemiskinan dan stunting

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022