Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini perlu memanfaatkan posisinya untuk membangun arsitektur kesehatan global
Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin  mengatakan Presidensi G20 yang dilaksanakan di Indonesia tahun ini harus bisa mengatasi ketimpangan vaksinasi global demi pemulihan ekonomi dunia.

"Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini perlu memanfaatkan posisinya untuk membangun arsitektur kesehatan global dengan salah satu fokusnya pemerataan vaksinasi dunia," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat.

Muttaqin menyebut Indonesia dapat menggunakan forum G20 agar berperan dalam mem-booster ketertinggalan vaksinasi di Afrika dan negara-negara berpendapatan rendah.

Menurut dia, tanpa capaian vaksinasi yang memadai, Afrika dan negara-negara berpendapatan rendah tidak hanya kesulitan mengatasi masalah kesehatan tetapi juga menghadapi situasi berat untuk memulihkan ekonominya.

Apalagi saat ini ada ancaman inflasi karena eskalasi perang Rusia-Ukraina mendorong naiknya harga minyak dan gas dunia serta harga gandum.

Muttaqin menyatakan, ketimpangan vaksinasi global masih menjadi sumber ancaman pengendalian pandemi COVID-19. Data yang dihimpun Ourworldindata.org per 30 Maret 2022 menunjukkan tingkat vaksinasi lengkap di Afrika yang terdata hanya mencapai 15,64 persen dari Rp1,32 miliar jiwa. Sedangkan di tingkat dunia sudah mencapai 58,56 persen dari populasi.

Baca juga: Ketimpangan vaksinasi global picu sulitnya dunia kendalikan pandemi

Sementara vaksinasi lengkap di Asia sudah mencapai 68,78 persen, di Eropa 65,38 persen, Amerika Utara 63,67 persen, Amerika Selatan 73,32 persen dan Ocenia 64,37 persen dari jumlah penduduk.

Di samping Afrika, ketertinggalan vaksinasi juga dapat dilihat dari klasifikasi negara menurut tingkat pendapatan. Jika vaksinasi lengkap di negara-negara dengan berpendapatan tinggi dan berpendapatan menengah ke atas sudah sebanyak 74,14 persen dan 74,11 persen dari populasi, maka negara-negara berpendapatan rendah dan berpendapatan menengah ke bawah baru mencapai 14,04 persen dan 49,86 persen.

"Dampak lain dari tertinggalnya vaksinasi di Afrika dan negara-negara berpendapatan rendah adalah pemulihan ekonomi yang lebih lambat," ungkap ekonom jebolan Universitas Birmingham Inggris itu.

Muttaqin merujuk laporan PBB dalam World Economic and Situation 2022 menggambarkan di tengah pertumbuhan ekonomi global sebesar 5,5 persen pada tahun 2021, beberapa kawasan di Afrika tumbuh sangat rendah. Seperti kawasan tengah Afrika hanya tumbuh 1,4 persen, Afrika bagian Barat 3,2 persen, bagian Selatan Afrika 3,8 persen dan Timur 3,9 persen.

Baca juga: Airlangga: Vaksin tak merata jadi tantangan pertumbuhan ekonomi global

Hampir separuh dari pertumbuhan ekonomi global tahun 2021 didorong oleh China dan Amerika Serikat. Dua negara dengan kekuatan ekonomi paling besar di dunia sekaligus capaian vaksinasi yang tinggi.

"Saatnya negara anggota G20 yang merepresentasikan 80 persen output perekonomian global bertindak mengatasi ketimpangan vaksinasi demi pemulihan ekonomi yang mulai tumbuh positif sejak 2021," katanya.


Baca juga: Menlu Retno: Pemimpin G20 sepakati strategi vaksinasi COVID-19 global
Baca juga: Kemenkeu: Tingkat vaksinasi RI peringkat ke-5 global

Pewarta: Firman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022