Jakarta (ANTARA) - Forum dialog antara komunitas bisnis global B20 berkomitmen untuk meningkatkan dukungan pembiayaan dalam rangka mempercepat program transisi energi guna mengurangi emisi karbon.

Chair of Task Force Energy, Sustainability, & Climate B20 Nicke Widyawati mengatakan aspek pembiayaan yang menjadi fokus terkait kerja sama global dalam menyalurkan dan ketersediaan pembiayaan dalam skala besar untuk investasi transisi energi.

"Pertukaran pandangan selama Stakeholder Consultation ini akan memperkaya proses pembentukan rekomendasi Task Force Energy ke G20,” kata Nicke dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Pada 18 Maret 2022, forum B20 mengadakan Stakeholder Consultation ketiga di Jakarta untuk mendapat masukan dari para pemangku kepentingan, sehingga rekomendasi kebijakan yang dirumuskan dapat mewakili pandangan para pelaku usaha ataupun lembaga sektor keuangan.

Para stakeholder diharapkan memberikan masukan atas isu-isu prioritas yang dibawa oleh Task Force Energy, Sustainability, & Climate B20.

Sejumlah isu utama yang dibahas dalam Stakeholder Consultation ketiga itu, antara lain kerja sama global untuk pasar karbon dan penyaluran dana untuk membiayai transisi energi, serta penerapan standar pelaporan keberlanjutan dan taksonomi yang diakui secara global.

Dalam pertemuan itu juga dihadiri narasumber dari berbagai lembaga keuangan, yaitu World Bank, MUFG Bank, Global Reporting Initiative (GRI), International Federation of Accountants (IFAC), World Research Institute (WRI) selaku network partner, dan PwC serta BCG sebagai knowledge partner.

Secara global, kata Nicke, sektor energi merupakan sektor yang memiliki tantangan yang paling kritis untuk beralih ke energi berkelanjutan sebagai upaya mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab gas rumah kaca.

"Kondisi di Indonesia sedikit berbeda, karena kontribusi emisi karbon dari energi berada pada kisaran 20 sampai 36 persen dibandingkan dengan deforestasi yang berada pada kisaran 44 sampai 62 persen. Tetapi, hal ini tidak bisa menjadi alasan bagi para pelaku industri, khususnya di sektor energi untuk tidak ikut serta dalam pengurangan emisi gas rumah kaca," jelas Nicke.

Mengacu pada perkiraan IPCC, Ia mengatakan bahwa kenaikan suhu rata-rata global saat ini sudah mendekati ambang batas konsensus 1,5 derajat Celcius.

“Ada sedikit waktu yang tersisa untuk mengambil tindakan drastis untuk mengurangi percepatan emisi puncak ke transisi hingga menuju ke net zero yang saat ini tertinggal secara signifikan,” imbuh Nicke.

Sebagai Chair of Task Force Energy, Sustainability, & Climate B20, Nicke mengajukan tiga rekomendasi kebijakan yang harus menjadi fokus bersama untuk menekan percepatan laju pemanasan global yang terjadi saat ini.

Pertama, mempercepat transisi menuju penggunaan energi yang berkelanjutan dengan meningkatkan kerja sama global mengakselerasi transisi menuju penggunaan energi yang berkelanjutan melalui upaya pengurangan intensitas karbon dalam penggunaan energi.

Kedua, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, dengan meningkatkan kerja sama global dalam rangka untuk memastikan transisi yang adil, teratur, dan terjangkau menuju penggunaan energi yang berkelanjutan di seluruh negara maju dan berkembang.

Ketiga, kerja sama global dalam meningkatkan ketahanan energi dengan cara mendorong kerja sama global untuk meningkatkan ketahanan energi tingkat konsumen melalui pemberian akses dan kemampuan untuk mengkonsumsi energi yang bersih dan modern.

Nicke mengungkapkan perumusan rekomendasi kebijakan ini melibatkan beberapa pihak yang ada dalam Task Force Energy, Sustainability, & Climate B20, termasuk delapan Co-Chairs yang merupakan C-Level dari pelaku usaha negara G20 dan lebih dari 140 anggota yang memberikan masukan dalam arah rekomendasi kebijakan dan prioritas masalah.

Menurutnya, hal terpenting dalam perumusan rekomendasi ini adalah keselarasan dengan para pemangku kepentingan, sehingga isu-isu yang dibawa ke task force bisa sejalan dengan arah kebijakan Indonesia di G20.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang juga menjabat sebagai B20 Sherpa, Rizal Affandi Lukman mengatakan konsultasi pemangku kepentingan yang berkelanjutan sangat penting untuk mengumpulkan ide-ide informasi yang relevan dan wawasan dari berbagai pemangku kepentingan yang relevan.

"Sejak awal Task Force ESC adalah gugus tugas paling populer di dalam presidensi B20 Indonesia. Ini adalah sinyal kuat bahwa masalah energi, keberlanjutan, dan iklim sangat relevan bagi banyak pihak saat ini," kata Rizal.

Melalui diskusi tersebut, ia mendorong agar hasilnya dapat segera dilaksanakan lebih lanjut.

"Mari lebih terbuka dan kritis hari ini, karena keterlibatan kita semua sebagai sumber informasi berharga yang dapat digunakan. Ke depan tentunya akan menjalin kolaborasi dan kemitraan yang kuat dalam melahirkan rekomendasi kebijakan yang baik untuk semua," pungkasnya.

Baca juga: Pertemuan B20 ajak perusahaan global lahirkan rekomendasi untuk G20
Baca juga: Presiden: Indonesia ajak G20 dan B20 kolaborasi bagi pemulihan ekonomi
Baca juga: Presiden sebut tiga tantangan besar transisi energi

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022