Data nasabahnya itu yang berasal dari kalangan penerima KUR.
Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) memeriksa dua petugas analis kredit standar pada PT Bank Negara Indonesia (BNI) dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana kredit usaha rakyat (KUR) di wilayah Lombok Tengah dan Lombok Timur.

"Dua orang yang diperiksa dalam proses penyidikan ini kapasitasnya sebagai saksi," kata Juru Bicara Kejati NTB Agung Sutoto, di Mataram, Selasa.

Sebagai petugas analis kredit standar pada PT BNI, keduanya menurut Agung, dimintakan keterangan perihal proses verifikasi data nasabah.

"Data nasabahnya itu yang berasal dari kalangan penerima KUR," ujarnya.

Pada pemeriksaannya yang berlangsung sejak Selasa (8/3) pagi tersebut, kata dia, keduanya turut didampingi staf Biro Hukum (Legal Officer) PT BNI.

Lebih lanjut, Agung menyampaikan progres dari penyidikan kasus dugaan korupsi dana KUR pada PT BNI ini masih berkutat pada pemeriksaan saksi yang akan berujung pada penelusuran potensi kerugian negara.

Pemeriksaannya ini berlangsung sejak awal pekan lalu dan akan berjalan maraton. Empat dari lima kepala desa sebelumnya telah menjalani rangkaian pemeriksaan. Mereka adalah Kepala Desa Kwang Rundun, Kepala Desa Seriwe, Kepala Desa Ekas Buana, dan Kepala Desa Sekaroh.

Penanganan kasus ini sebelumnya berada di bawah kendali Kejaksaan Negeri Lombok Timur. Kejati NTB mengambil alih penanganannya tahun 2021.

Program bantuan dana untuk masyarakat petani ini berasal dari Kementerian Pertanian. Realisasinya berawal dari kunjungan salah seorang direktur jenderal ke Kabupaten Lombok Timur pada periode Agustus 2020.

Dalam kunjungannya, pejabat negara tersebut bertemu dengan para petani dan memberi informasi perihal adanya program bantuan KUR melalui sarana perbankan.

Atas informasi tersebut, terhimpun 622 petani dari lima desa di wilayah Lombok Timur bagian selatan mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR.

Mereka yang menerima usulan berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani dijanjikan pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare, sehingga dari 662 petani terhimpun luas lahan yang masuk dalam pendanaan tersebut mencapai 1.582 hektare.

Berlanjut pada kalangan petani tembakau. Tercatat sebanyak 460 orang yang terhimpun dalam data usulan penerima bantuan. Dalam janjinya, setiap petani mendapat dana dari KUR dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.

Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.

Dalam proses tersebut, terlibat peran pihak ketiga, Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB. Mereka berperan sebagai mitra pemerintah.

Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka menjalankan proses pengajuan dana KUR dengan BNI Cabang Mataram. Sementara untuk petani tembakau melalui BNI Cabang Praya.

Perihal keberadaan PT ABB sebagai pihak ketiga, diduga kuat mendapat penunjukan langsung dari kementerian. Begitu juga dengan keterlibatan oknum pengurus HKTI NTB.

Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke BRI. Pengajuannya tidak dapat diproses karena masalah tunggakan KUR yang sedang berjalan di BNI.

Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan. Namun sampai saat ini terungkap bahwa para petani mengaku belum pernah menerima dana kredit tersebut.
Baca juga: Kejari Badung-Bali selidiki dugaan korupsi KUR pada bank BUMN
Baca juga: Kejati Sulut tahan dua tersangka korupsi program KUR

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022