Jakarta (ANTARA) - Komunitas Salihara Arts Center membuat kelas filsafat membahas manusia dan dunia digital yang semakin kini semakin berjalan beriringan dan cepat.

Seri kelas filsafat itu akan membahas fenomena dunia digital yang dialami manusia dan berbagai perubahannya dari perspektif antropologi, etika, dan epsitemologi.

“Kita melihat dan merasakan bagaimana teknologi berkembang pesat dan sejumlah peranti di dalamnya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Apalagi di masa pandemi yang membatasi ruang gerak kita di dunia fisik, kian mempercepat keakraban kita dengan teknologi dan ruang-ruang digital,” kata Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia dalam keterangannya, Kamis.
​​
Baca juga: "Three for Plastic Hearts" cara seniman muda pahami fenomena dunia

Lewat kelas filsafat ini, Komunitas Salihara ingin mengajak publik bisa memaknai perubahan dan kenyataan di masa kini melalui pemikiran filsafat dari para tokoh terkemuka.
​​
Untuk putaran pertama dan kedua, kelas diampu oleh Reza A.A. Wattimena yang merupakan seorang peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur.
​​
Adapun pada putaran ketiga kelas diampu oleh F. Budi Hardiman seorang alumnus Hochschule für Philosophie München dan juga pengajar di Universitas Pelita Harapan.
​​
Putaran pertama berjudul “Antropologi: Manusia dan Dunia Digital”. Dalam materi ini peserta akan memahami bagaimana manusia dan dunia digital dilihat melalui sudut pandang antropologi. 
​​
Dibagi dalam empat pertemuan, kelas akan berlangsung secara daring setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022 pukul 13.00 WIB. 

Reza menambahkan bahwa keempat diskusi ini ingin memberikan kejernihan pemahaman atas revolusi digital yang terjadi, sekaligus menawarkan arah, sehingga keseimbangan hidup bisa terjaga di masa revolusi digital ini.
​​
Pertemuan pertama dimulai dengan sub materi “Zen, Ilusi Ego dan Internet” yang membahas bagaimana Zen dapat membantu memahami ego di era digital.
​​
Pertemuan kedua “Nietzsche dan Cyborg” kita akan berdiskusi tentang konsep “manusia atas” dari Nietzsche yang telah mengantisipasi realitas pasca-humanisme antara manusia dan mesin.
​​
Pertemuan ketiga “Neurofilosofi dan Manusia Digital” kita akan membahas perkembangan baru dalam neurofilosofi yang telah banyak mengubah pemahaman kita tentang kesadaran di era digital.
​​
Pertemuan terakhir “Panpsikisme dan Kesadaran Digital” akan membahas sejauh mana dunia digital mendukung panpsikisme yaitu sebuah pemahaman bahwa semua hal termasuk benda-benda yang ada di dunia memiliki kesadarannya masing-masing. 

Reza A.A. Wattimena, pengampu kelas sekaligus penulis buku Urban Zen (2021) menuturkan bahwa dunia digital banyak memberikan pengaruh baik terhadap cara berpikir, pola hubungan antar sesama manusia, dan pemaknaan identitas.
​​​​​
“Dunia digital mengubah hidup manusia, dan bahkan mengubah jati diri kita sebagai manusia,” kata Reza.
​​
Komunitas Salihara akan konsisten menghadirkan kelas filsafat ini dan mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi.

Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.

Baca juga: Komunitas Salihara sajikan drama audio "Teman Kami"

Baca juga: Komunitas Salihara persembahkan drama audio bertajuk "Karna"

Baca juga: Salihara Jazz Buzz cari talenta baru untuk tampil di "Next Sound" 2022

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022