Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pemilihan lokasi pembangunan polder air di Kota Bekasi, Jawa Barat, yang ganti rugi lahannya diduga diarahkan langsung dan diintervensi tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.

Untuk mendalaminya, KPK memeriksa tersangka Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL) yang juga merupakan orang kepercayaan Rahmat Effendi serta tersangka Lai Bui Min (LBM) alias Anen selaku pihak swasta sebagai saksi.

"Yang dikonfirmasi dari keduanya, terkait pemilihan lokasi lahan untuk pembangunan polder air di Kota Bekasi, di mana pada ganti rugi lahan dimaksud diduga ada arahan langsung dan intervensi dari Rahmat Effendi," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Selain Rahmat Effendi, Jumhana Lutfi (JL), dan Lai Bui Min (LBM), KPK pada Kamis (6/1) juga menetapkan enam tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.

Mereka adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), Direktur PT ME Ali Amril (AA), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Baca juga: KPK kembangkan kasus korupsi Wali Kota Bekasi

Dalam konstruksi perkara, diketahui Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar.

Di samping itu, juga ada pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar. Ada pula ganti rugi lain dalam bentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, tersangka Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.

Kemudian sebagai bentuk komitmen, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Baca juga: KPK amankan dokumen proyek ganti rugi lahan kasus Wali Kota Bekasi

Uang pun diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu Jumhana Lutfi (JL) dan Wahyudin (WY).

JL diketahui menerima uang Rp4 miliar dari Lai Bui Min (LBM) dan WY menerima uang sejumlah Rp3 miliar dari Makhfud Saifudin (MS) serta Rp100 juta dari Suryadi (SY).

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.

Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh MY dan pada saat tangkap tangan tersisa Rp600 juta.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril (AA) melalui M Bunyamin (MB).

Baca juga: KPK sayangkan ada pihak giring opini terkait OTT Wali Kota Bekasi

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022