Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah penyebab cuaca dingin di beberapa wilayah di Indonesia pada awal 2022 karena fenomena Aphelion.

Fenomena Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran Juli, di mana posisi Matahari berada pada titik jarak terjauh dari Bumi.

"Aphelion tidak berpengaruh signifikan terhadap suhu di Bumi. Hal itu termasuk pada periode Bumi letaknya lebih dekat dengan Matahari (Perihelion)," ujar Pelaksana Tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan periode fenomena astronomis Aphelion puncaknya terjadi pada Juli, sedangkan Perihelion adalah Januari.

Baca juga: BMKG: Warga Sulteng jangan terprovokasi informasi hoaks fenomena alam

Saat Aphelion, posisi Matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari Bumi. Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan.

"Dengan begitu, cuaca dingin dalam beberapa hari terakhir bukan karena Aphelion, tetapi karena faktor-faktor lain di luar sebab Bumi berada di jarak terjauh dari Matahari," ujar dia.

Pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim hujan dengan masa puncak terjadi pada Februari 2022.

Hal ini menyebabkan seolah Aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia. Padahal pada faktanya, penurunan suhu di masa pergantian tahun banyak disebabkan faktor di luar itu.

Penjelasan tersebut membantah pesan "broadcast" di media sosial bahwa cuaca dingin di Indonesia belakangan ini terjadi karena jarak Bumi dan Matahari dalam titik terjauh saat periode revolusi atau Aphelion.

Dijelaskan bahwa saat berada di titik Aphelion, cuaca di Bumi akan cenderung lebih dingin dibandingkan dengan periode lainnya.

Baca juga: BMKG sebut fenomena Aphelion tidak berdampak ke bumi
Baca juga: BMKG: Fenomena "aphelion" tidak pengaruhi suhu Indonesia

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022