ini merupakan alarm keras pada kondisi darurat kekerasan seksual
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mendesak pemerintah dan legislatif agar segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Menyegerakan pengesahan RUU TPKS yang meneguhkan komitmen negara dalam pelaksanaan tanggung jawab pemulihan korban, selain memutus impunitas adalah langkah mendesak," kata Andy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kematian tragis NWR semestinya menjadi pelajaran bagi upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan agar ke depannya menjadi lebih baik.

"Kasus ini merupakan alarm keras pada kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia yang membutuhkan tanggapan serius dari aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan masyarakat," tuturnya.

Baca juga: Komnas Perempuan: Laporan kekerasan dalam pacaran terbesar ketiga
Baca juga: Komnas Perempuan: Penanganan kasus kekerasan perempuan masih lemah

Kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021.

Menurut dia, jumlah ini dua kali lipat lebih banyak dari jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020.

"Lonjakan pengaduan kasus telah kami amati sejak tahun 2020. Dengan sumber daya yang sangat terbatas, Komnas Perempuan berpacu untuk membenahi sistem untuk penyikapan pengaduan, mulai dari verifikasi kasus, pencarian lembaga rujukan dan pemberian rekomendasi," katanya.

Banyaknya pelaporan kasus mengakibatkan antrean panjang prosedur pelaporan kasus sehingga penanganan kasus pun menjadi terlambat.

Andy mengatakan NWR, korban kekerasan seksual di Mojokerto, pernah mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan pada pertengahan Agustus 2021.

Kemudian Komnas Perempuan berhasil menghubungi NWR pada 10 November 2021 untuk memperoleh informasi yang lebih utuh atas peristiwa yang dialami, kondisi dan juga harapan NWR.

Baca juga: NWR sempat melapor ke Komnas Perempuan pada Agustus 2021
Baca juga: Baleg DPR menargetkan RUU TPKS disetujui saat penutupan masa sidang

Komnas Perempuan telah berupaya menjangkau korban melalui aplikasi WhatsApp dan sempat direspon korban untuk menanyakan prosedur pengaduan.

"Juga melalui telpon, tetapi tidak terangkat," katanya.

Pada saat berhasil dihubungi, korban menyampaikan bahwa ia berharap masih bisa dimediasi dengan pelaku dan orang tuanya dan membutuhkan pertolongan konseling karena dampak psikologi yang dirasakannya.

Setelah mendengarkan keterangan korban, Komnas Perempuan kemudian mengeluarkan surat rujukan pada 18 November 2021 kepada P2TP2A Mojokerto.

"Karena kapasitas psikolog yang terbatas dan jumlah klien yang banyak maka penjangkauan tidak dapat dilakukan sebanyak yang dibutuhkan, tetapi juga sudah dilakukan dan dijadwalkan kembali di awal Desember," katanya.

Namun takdir berkata lain. NWR memutuskan mengakhiri hidupnya pada 2 Desember 2021.

Baca juga: Panja RUU TPKS: Sebarkan narasi positif tentang RUU TPKS

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021