Tanjungpinang (ANTARA) - Konflik politik antara Wali Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Rahma dengan sebagian besar anggota legislatif dalam dua pekan terakhir mengemuka.

Berbagai persepsi publik pun bermunculan, yang disampaikan melalui media massa dan juga media sosial. Ada yang menganggap perseteruan politik di lembaga pemerintahan di Kota Gurindam itu berakar dari dendam politik Pilkada 2020, dan ada juga yang menduga keinginan DPRD tidak terealisasi sehingga lahir hak interpelasi dan hak angket.

Sejumlah orang justru menilai wajar DPRD Tanjungpinang menggunakan hak angket, karena ada dana yang bersumber dari anggaran daerah, diperoleh kepala daerah dan wakil kepala daerah melalui cara yang melanggar hukum.

Ketua DPRD Tanjungpinang Yuniarni Pustoko Weni menegaskan penggunaan hak angket terkait tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sama sekali bukan karena sakit hati, melainkan murni persoalan kebijakan yang terindikasi melanggar ketentuan.

"Saya harus menjelaskan itu agar tidak terjadi polemik yang justru menggeser pokok permasalahan. Penggunaan hak angket itu setelah gagal diupayakan berbagai hal untuk menyelesaikan permasalahan tersebut," katanya, yang diusung PDIP.

Weni menegaskan permasalahan tunjangan TPP tahun 2020 dan 2021 berawal dari Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2019. Permasalahan itu terungkap ketika terjadi kesenjangan pendapatan pegawai yang bersumber dari tunjangan itu.

Beberapa pejabat Eselon II atau setingkat kepala dinas melaporkan kepada DPRD Tanjungpinang bahwa tunjangan TPP yang mereka peroleh lebih kecil dibanding pejabat Eselon III, terutama di Badan Perencanaan Penelitian Pembangunan Tanjungpinang. Kemudian setelah ditelusuri, ternyata permasalahan tersebut bukan hanya sebatas itu, melainkan terungkap bahwa wali kota dan wakil wali kota juga menikmati tunjangan itu, padahal mereka bukan PNS.

Berbagai upaya telah dilakukan sejak petengahan tahun 2020, seperti rapat dengar pendapat, namun tidak membuahkan hasil. Wali Kota Tanjungpinang Rahma sejak masih menjabat sebagai pelaksana tugas wali kota kerap tidak menghadiri undangan yang disampaikan DPRD Tanjungpinang.

Dari tahun 2020 hingga 2021, TPP itu masih dinikmati wali kota dan wakil wali kota. Padahal sejak Maret 2020, Tanjungpinang termasuk kota yang mengalami pandemi COVID-19.

Seharusnya, menurut dia ada upaya merivisi kebijakan itu sehingga anggaran tersebut dapat dipergunakan untuk hal-hal lain yang menyentuh pada kepentingan publik. Tetapi kenyataannya, revisi kebijakan hanya pada besaran pendapatan pegawai yang bersumber dari TPP, tidak menghapus pendapatan wali kota dan wakil wali kota dari TPP.

"Jadi saya selalu katakan kepada wartawan yang kesulitan wawancara Rahma, kalau DPRD Tanjungpinang juga sulit menghadirkan Rahma untuk mengklarifikasi atau membahas sejumlah permasalahan," ujarnya.

Weni menegaskan DPRD Tanjungpinang tidak akan tancap gas dalam menangani permasalahan itu. Apalagi kasus TPP itu sudah ditangani pihak Kejati Kepri setelah
Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Tanjungpinang melaporkan kasus itu kepada institusi tersebut.

"Hasil dari penggunaan hak angket akan kami serahkan kepada pihak kejaksaan," tegasnya.

Baca juga: Siti Zuhro: Pemerintah bertanggung jawab jaga stabilitas politik

TPP Dari Dana Refocusing
Wakil Ketua DPRD Tanjungpinang Novaliandri Fathir membeberkan data bahwa tunjangan TPP yang diterima wali kota dan wakil wali kota sejak akhir 2019. Setiap tahun mengalami kenaikan, meski pendapatan daerah terjun bebas akibat pandemi.

Pada 2021, dana refocusing dipergunakan untuk tunjangan TPP. Dari Rp36 miliar, sebesar Rp15 miliar dipergunakan untuk tunjangan TPP.

"Mata anggaran tunjangan TPP masuk dalam belanja tidak langsung dana refocusing. Tentu itu tidak dibenarkan," ujarnya.

Nilai TPP yang diterima wali kota dan wakil wali kota setiao bulan ratusan juta rupiah. "Kami menduga wali kota menerima TPP sebesar Rp3,9 miliar," ucapnya.

Ia menegaskan penggunaan dana recofusing seharusnya untuk penanganan COVID-19, bukan untuk tunjangan TPP. "Kita lihat dalam struktur anggaran, tidak ada untuk bantuan sosial," katanya.

Hak angket
Inisiator hak angket menegaskan 6 dari 7 fraksi setuju menggunakan hak angket dalam menangani kasus itu. Fraksi yang belum mendukung penggunaan hak angket itu yakni Nasdem, karena para anggota legislatif dari fraksi melakukan bimbingan teknis ke luar daerah.

"Penggunaan hak interpelasi itu hingga hak angket, dan bahkan hak penyampaikan pendapat itu sesuai dengan kontitusi dan Pasal 79 UU Nomor 17/2014. Hak itu bukan tiba-tiba dipergunakan, melainkan ada jalan ceritanya," kata Fathir.

Pemberian TPP itu berdasarkan Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2019, yang direalisasikan pada Agustus 2020, dan sudah direvisi setelah muncul protes. Namun berdasarkan Perwako Nomor 54/2019, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang tidak berhak memperoleh tunjangan TPP, karena bukan PNS.

Akhir tahun 2019, Rahma menjabat sebagai wakil wali kota sudah menerima TPP tersebut. Kemudian berlanjut setelah menjabat sebagai Wali Kota Tanjungpinang setelah Syahrul, wali kota sebelumnya, meninggal dunia.

Dari kondisi itu tergambar bahwa tidak terjadi perbaikan kebijakan, meskipun DPRD Tanjungpinang pada 2020 sudah mengajukan hak interpelasi setelah melakukan beberapa kali rapat dengar pendapat.

"Revisi perwako tidak mengubah atau menghentikan penghasilan wali kota dari TPP tersebut, melainkan terus berlanjut hingga akhirnya kami lanjutkan rapat paripurna mendengar jawaban wali kota terkait hak interpelasi di DPRD Tanjungpinang dua hari lalu," tegasnya.

Wali Kota Tanjungpinang Rahma tidak menghadiri undangan rapat paripurna itu. Namun ia melayangkan surat jawaban.

Uniknya, nomor surat tersebut ditulis dengan tangan yakni 910/1350/4.4.01/2021 tentang Tindak Lanjut Undangan DPRD Tanjungpinang. Tanggal pada surat itu juga ditulis dengan tangan, yakni 29 Oktober 2021.

Dalam surat itu, Rahma menegaskan empat poin, yakni sesuai dengan register penomoran Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2021 belum pernah diterbitkan tentang pengaturan apapun oleh Walikota Tanjungpinang.

Kedua, hak interpelasi berdasarkan Perwako Nomor 56/2019 sudah dilaksanakan pada 13 Mei 2020. Ketiga, Plt Wali Kota Tanjungpinang sudah menyampaikan jawaban atas kesenjangan TPP pada 20 Mei 2020.

Keempat, pandangan fraksi-fraksi terhadap jawaban itu belum pernah disampaikan kepada wali kota sampai sekarang. Dengan demikian tidak perlu lagi dilakukan hak interpelasi terhadap wali kota terkait Perwako Nomor 56/2021.

Rahma yang dikonfirmasi terkait persoalan itu, belum menjawabnya. Pesan singkat tentang permasalahan itu yang disampaikan melalui WA, belum ditanggapi. Beberapa kali sejumlah wartawan mempertanyakan hal itu kepada dirinya, Rahma tetap membisu, dan mengabaikan wartawan.

Terkait hal itu, Fathir menyayangkannya. Seharusnya, Rahma mengklarifikasi permasalahan itu kepada DPRD Tanjungpinang, jangan terkesan bersembunyi.

"Kami saja kesulitan mendapatkan data yang berhubungan dengan TPP tersebut," katanya.

Baca juga: Pemerintah perlu selesaikan kisruh politik untuk cegah larinya uang

Substantif Masalah
Pengamat hukum tata negara, Oksep Adhayanto berpendapat konflik yang terjadi antara Wali Kota Tanjungpinang Rahma dengan sebagian besar anggota legislatif setempat sebagai puncak dari tidak berfungsinya Sekretaris Daerah Teguh Ahmad Syafari.

"Sekda itu memiliki peran yang strategis di pemerintahan, bukan hanya mengelola anggaran, melainkan penghubung antara dua kepentingan yakni kepala daerah dan DPRD. Fungsi itu yang tidak terlihat sehingga terjadi konflik yang berujung pada penggunaan hak angket," kata Oksep.

Oksep, yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, mengatakan hubungan yang harmonis, dalam konteks mitra kerja antara pihak legislatif dan eksekutif, potensial berdampak positif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pelanggaran hukum dalam pengambilan kebijakan pun dapat diantisipasi bila kedua belah pihak saling mengingatkan.

"Itu yang tidak terlihat karena wali kota langsung berhadapan dengan anggota legislatif. Seharusnya, itu tidak terjadi bila sekda diberi peran, termasuk Sekretaris DPRD Tanjungpinang" tegasnya.

Terkait permasalahan tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tahun 2020 dan 2021, yang menjadi alasan DPRD Tanjungpinang mengajukan hak interpelasi, yang kemudian berkembang menjadi hak angket, Oksep menegaskan bahwa hal itu merupakan kewenangan anggota DPRD Tanjungpinang, yang dilindungi konstitusi. Namun proses pengajuan hak itu perlu diungkapkan DPRD Tanjungpinang secara transparan kepada publik sehingga substansi permasalahan terungkap.

Selama sepekan terakhir, menurut dia informasi yang beredar di tengah publik masih simpang siur, bahkan potensial menimbulkan "perang opini" di media sosial maupun media massa, yang justru menggeser substansi dari permasalahan dari hak angket.

"Ada yang mengatakan pemakzulan wali kota, ada pula yang mengatakan gubernur harus turun tangan. Ada juga yang mengalihkan ini permasalahan dendam politik pilkada yang belum selesai. Seharusnya, hal seperti itu tidak terjadi, jika substansi dari pengajuan hak angket terungkap, dan prosesnya dilakukan secara benar dan transparan," ujarnya.

Oksep menegaskan wali kota dan wakil wali kota tidak boleh mendapatkan tunjangan TPP tersebut. TPP itu hanya diberikan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), yang nilainya tergantung pada kemampuan keuangan daerah.

"Berdasarkan ketentuan yang berlaku, kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak berhak mendapatkan tunjangan TPP," katanya.

Tertunda
Sebanyak 3000 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Tanjungpinang saat ini belum terima tunjangan tambahan penghasilan pegawai (TPP).

Sekretaris Daerah Tanjungpinang Teguh Ahmad Syafari menjelaskan TPP yang belum dibayarkan hanya September 2021, yang seharusnya dibayar pada bulan ini.

Biasanya, TPP dibayar paling lama tetap dalam tanggal setiap bulan. Namun, TPP PNS Pemkot Tanjungpinang pada September 2021, belum dapat dibayarkan karena APBD Perubahan 2021 tidak disetujui DPRD Tanjungpinang.

“Itu tidak masalah, karena ada solusi. Pencairan TPP tinggal menunggu persetujuan dari Mendagri,” terang Teguh.

Ia menyebutkan nilai TPP sekitar Rp15 miliar. Nilai TPP untuk masing-masing PNS tidak sama. “Anggarannya ada, tinggal persoalan teknis pencairan,” jelasnya.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tanjungpinang Yuswandi mengatakan TPP PNS Pemkot Tanjungpinang belum dicairkan, karena pihaknya sedang menyelesaikan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD Perubahan yang sebelumnya tidak disahkan.

“Kami sedang mengajukan ke Kemendagri untuk meminta rekomendasi pembayaran TPP ASN tersebut. Pembayaran TPP harus disetujui Mendagri,” papar Yuswandi.

Ia meminta seluruh ASN Pemkot Tanjungpinang bersabar dan tidak khawatir, sebab TPP ini tetap dibayarkan, apalagi anggaran daerah mencukupi untuk pembayaran TPP.

“Sekarang administrasi sedang berjalan dan sudah diusulkan ke pusat,” ujarnya.

Baca juga: Ketua DPD minta kepala daerah hindari politik balas budi saat pilkada

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021