Kita kini sedang diuji, apakah kita orang-orang Jepang bisa mengatasi krisis ini"
Jakarta (ANTARA News)- Sebuah ledakan hidrogen mengguncang pembangkit listrik tenaga nuklir di salah satu wilayah yang baru saja dilanda gempa bumi di Jepang.

Otoritas terkait terus bekerja keras mencegah kehancuran akibat kebocoran nuklir, sementara media setempat melaporkan sebuah gelombang tsunami baru sedang menuju pesisir yang Jumat kemarin baru dihantam gelombang setinggi sepuluh meter itu.

Badan nuklir Jepang memastikan telah terjadi ledakan pada reaktor nomor 3 PLTN Daiichi di Fukushima dan beberapa gambar televisi menunjukkan kepulan asap membuncah dari fasilitas nuklir yang hanya 240 kilometer dari Tokyo.

Para pejabat setempat mengatakan mereka belum bisa memastikan apakah ledakan itu bisa menyebabkan kebocoran radio aktif atau tidak.

Operator PLTN sebelumnya telah membatalkan proses injeksi air laut ke dalam reaktor karena bisa meninggikan tingkat radiasi dan tekanan pada sumber energi utama di Jepang itu.

Sebelumnya pemerintah Jepang telah mengingatkan bahwa sebuah ledakan mungkin terjadi karena penumpukan hidrogen dalam bangunan reaktor nuklir.

Jepang telah berjuang sepanjang akhir pekan silam untuk mencegah bencana nuklir sembari berusaha menyediakan sumber energi dan air bagi jutaan orang yang kini mengalami krisis yang digambarkan sebagai paling buruk sejak Perang Dunia II.

Bangsa yang sedang terluka itu menyaksikan desa-desa dan kota tersapu bersih oleh gelombang tsunami, sementara 10.000 orang diperkirakan tewas akibat bencana itu.

Kantor berita Jepang Kyodo, mengutip para pejabat, mewartawakan bahwa sebuah gelombang tsunami baru setinggi tiga meter sedang menuju tempat itu dan mengeluarkan peringatan bagi seluruh pesisir Pasifik, termasuk Perfektur Fukushima.

Perdana Menteri Naoto Kan mengatakan situasi yang terjadi di PLTN Fukushima yang kini lumpuh itu masih memprihantinkan di mana para petugas terkait sedang berjuang semampu mereka untuk mencegah meluasnya kerusakan.

"Gempa bumi, tsunami, dan kecelakaan nuklir merupakan krisis terdasyat yang pernah menimpa Jepang dalam 65 tahun terakhir sejak berakhirnya Perang Dunia II," kata Kan seperti dikutip Reuters.

"Kita kini sedang diuji, apakah kita orang-orang Jepang, bisa mengatasi krisis ini," tegasnya dengan wajah sembab.

Otoritas Jepang, Minggu (13/3), memastikan bahwa tiga reaktor nuklir di utara Tokyo berisiko terus memanas sehingga membangkitkan ketakutan akan terjadinya kebocoran radiasi nuklir yang tidak terkendali.

Sementara itu para pekerja berusaha mati-matian mendinginkan tabung bahan bakar pada reaktor yang kini rusak.

Jika mereka gagal, kontainer yang mengandung inti nuklir bisa meleleh atau bahkan meledak, lalu melepaskan material radioaktif ke udara.

Negara dengan tingkat ekonomi tertinggi ketiga di dunia itu juga sedang mengalami krisis listrik dan sarana angkutan di Tokyo terkena imbasnya karena sistem kereta api kota mengalami gangguan setelah perusahaan mengurangi jumlah kereta api yang beroperasi.

10.000 Nyawa

Saluran tv pemerintah, NHK, mengutip seorang pejabat kepolisian Jepang mengatakan, lebih dari 10.000 orang diperkirakan meninggal akibat gelombang tsunami yang dipicu gempa berkekuatan 8,9 Skala Richter itu.

Kota-kota di negara rawan gempa itu pun kini tinggal reruntuhan.

"Saya ingin percaya bahwa masih banyak yang selamat," kata Masaru Kudo, seorang tentara yang ditugaskan ke Rikuzentakata, sebuah kota di perfektur Iwate yang sebelumnya ditinggali oleh 24.500 orang namun kini hampir rata dengan tanah .

Kyodo melaporkan, 80.000 orang telah dievakuasi dari radius 20 kilometer di sekitar PLTN itu sehingga menambah jumlah 450.000 orang yang sebelumnya telah dievakuasi akibat gempa dan gelombang tsunami.

Hampir dua juta rumah tangga kini hidup tanpa sumber energi di tengah musim dingin yang membalut Jepang, sedangkan 1,4 juta orang hidup tanpa layanan air bersih.

"Saya sedang mencari orangtua dan kakak saya," kata Yuko Abe (54) sembari terisak di sebuah pusat kesehatan di Rikuzentataka.

Abe melanjutkan, "Melihat kawasan ini, saya kira mereka tidak selamat. Saya juga tidak bisa mengabarkan kepada saudara-saudara saya yang tinggal jauh dari sini bahwa saya selamat, karena layanan telepon selular dan telepon tidak bekerja."

Krisis Nuklir

Krisis yang paling serius kini berpusat pada kompleks nuklir Fukushima Daiichi, tempat para petugas mengaku terpaksa membocorkan tekanan radioaktif ke udara untuk mengurangi tekanan reaktor.

Kompleks itu sebelumnya telah diguncang ledakan pertama, Sabtu (12/3), yang menghancurkan atap gedung reaktor.

Pemerintah kemudian mengatakan ledakan berikutnya tidak akan merusakkan pembuluh reaktor.

Operator listrik terkemuka Jepang, Tokyo Electric Power Co, Senin, melaporkan naiknya tingkat radiasi, kepada pemerintah.

Sehari sebelumnya radiasi dilaporkan sedikit meningkat mencapai level yang bisa disamakan dengan paparan sinar X yang digunakan untuk memindai perut manusia.

Sebelum itu otoritas terkait telah menggunakan air laut untuk mendinginkan dua reaktor di kompleks itu.

Para pakar nuklir mengatakan itu adalah kali pertama dalam 57 tahun sejarah industri nuklir, di mana air laut digunakan untuk mendinginkan reaktor, sekaligus mengisyaratkan betapa tipisnya jarak Jepang dari kehancuran dasyat.

"Injeksi air laut ke dalam inti nuklir adalah langkah ekstrim, itu tidak ada dalam buku," kata Mark Hibbs dari Carnegie Endowment for International Peace.

Sekretaris Kabinet Yukio Edano mengatakan mungkin telah terjadi kerusakan parsial pada reaktor nomor 1, tempat ledakan Sabtu terjadi.

Selain itu ledakan juga berisiko terjadi pada gedung tempat reaktor nomor 3 berada, meskipun tidak akan merusakkan kontainer reaktor.

Sementara itu seorang pejabat Jepang mengatakan 22 orang telah dipastikan terkena radiasi dan 190 orang telah terpapar radiasi.

Para petugas menggunakan pakaian khusus menggunakan pemindai tangan gun memeriksa semua orang yang tiba di pusat evakuasi.

Bukan Chernobyl

Kecelakaan nuklir yang dinilai sebagai yang terburuk setelah Chernobyl pada 1986 di Ukraina yang saat itu masih menjadi wilayah Uni Soviet, memancing kritik bahwa pemerintah tidak sigap mengantisipasi kerusakan akibat gempa besar dan ancaman yang bisa mengganggu industri energi dalam negeri.

Perdana Menteri Kan, Minggu, berusaha  menghilangkan ketakutan terkait kebocoran nuklir itu.

"Radiasi telah terjadi tetapi belum ada laporan bahwa banyak zat radioaktif yang bocor ke udara," katanya

Sementara itu kantor berita Jiji mengutip Kan mewartakan, "Ini sama sekali berbeda dengan bencana Chernobyl."

Kan juga mengatakan persediaan makanan, air, dan kebutuhan lain seperti selimut telah dikirim menggunakan berbagai kendaraan, tetapi karena akses jalan masih rusak maka pemerintah menggunakan angkutan udara dan air.

Ribuan orang melewati malam-malam musim dingin dalam selimut di sekitar tungku pemanas di pusat penampungan di sepanjang pesisir timur laut negara itu.

Dampak Ekonomi

Di sisi lain, gempa bumi itu telah memaksa banyak perusahaan menghentikan kegiatan produksi, sementara harga saham sejumlah perusahaan besar Jepang anjlok, termasuk Toyota yang jatuh hingga tujuh persen.

Saham-saham perusahaan tambang uranium yang terdaftar di bursa Australia juga jatuh.

Pemerintah Jepang yang tengah dibebani utang senilai 5 triliun dollar dan terancam turunnya kredit kini sedang berdiskusi untuk menaikkan pajak untuk sementara, agar bisa membiayai bantuan kemanusiaan.

Para analist berharap ekonomi hanya akan terganggu selama jangka pendek dan kembali bangkit karena dorongan kegiatan rekonstruksi.

"Ketika kita berbicara tentang bencana alam, awalnya kita akan melihat jatuhnya produksi...kemudian Anda akan melihat pantulan yang berbentuk (grafik) V. Tetapi pada awalnya orang-orang akan meremehkan kerusakan itu," ujar Michala Marcussen, kepala lembaga ekonomi Societe Generale.

Sebuah lembaga rating, Moddy's, mengatakan bahwa dampak fiskal dari bencana alam itu hanya sementara dan hanya berperan kecil dalam memperparah utang luar negeri Jepang.

AIR Worldwide, sebuah perusahaan analisis model risiko, juga mengatakan kerugian yang diansurasikan bisa mencapai 35 miliar dollar.

Bank of Japan juga mengatakan akan menyuntik dana segar ke sistem perbankan untuk menghindari bencana dari pasar yang limbung.

Bank sentral Jepang itu juga diharapkan memberikan kepastian akan kesiapannya dalam menerapkan kebijakan moneter menghadapi pemulihan ekonomi yang masih rentan.

Menteri Keuangan Yoshihiko Noda mengatakan mereka terus mengamati Yen dengan saksama setelah mata uang itu bergerak sesuai harapan karena mengalami repatriasi akibat asuransi dan faktor lainnya.

Gempa bumi baru-baru ini di Jepang merupakan yang kelima terbesar di dunia dalam satu abad terakhir.

Gempa itu melampui bencana serupa yang melanda Great Kanto, 1 September 1923 yang berkekuatan 7,9 skala Richter dan menewaskan 140.000 di wilayah Tokyo.

Gempa tahun 1995 di wilayah Kobe, Jepang, juga membubuh 6000 orang, menyebabkan kerugian senilai 100 miliar dollar.

Itu tercatat sebagai bencana alam yang paling mahal dalam sejarah, sementara kerugian ekonomi akibat gempa dan tsunami Aceh pada 2004 silam hanya mencapai 10 miliar dollar. (*)

Reuters/Liberty Jemadu

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011