Jakarta (ANTARA News) - Pakar kehutanan dari IPB, Dr Yanto Santoso dan Prof Dr Bambang Heru Sahardjo, yang melakukan kajian dan verifikasi terhadap kawasan konsesi perkebunan milik PT Smart Tb., menilai tuduhan Greenpeace terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit nasional itu banyak yang tidak tepat.

Keduanya saat seminar Nasional “Quo Vadis Hutan Indonesia? Pembanguan Perubahan Iklim”, yang digelar Himpunan Alumni IPB, di Jakarta, Kamis, menilai posisi spasial dan bentuk areal konsesi perusahaan kebun sawit nasional yang ditampilkan oleh Greenpeace tidak sama/identik dengan posisi spasial dan bentuk areal konsesi sebagaimana disajikan pada peta-peta yang diterbitkan oleh PT SMART Tbk., terutama yang berlokasi di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah.

Yanto menyatakan ada perbedaan penafsiran antara Greenpeace dan Pemerintahan daerah Kabupaten terhadap UU No 18 tahun 2004, khususnya yang menyangkut prosedur perizinan perkebunan sawit. "Perbedaan penafsiran terhadap batasan istilah "hutan" juga telah menyebabkan mencuatnya isu "deforestasi" di kawasan konsesi perkebunan kelapa sawit.

Dari hasil penelitian, katanya, perusahaan perkebunan nasional itu juga sudah melakukan kegiatan restorasi dan rehabilitasi serta menutup jaringan drainase pada kawasan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter yang telah dikonversi.

Menurut dia, areal konsesi kebun kelapa sawit di Kalteng dan Kalbar milik perusahaan itu juga tidak lagi berupa hutan primer, tetapi merupakan semak belukar, bekas ladang atau sisa hutan sekunder yang menyebar secara sporadis dengan luasan yang kecil di sempadan sungai, sehingga kecil kemungkinan merusak habitat orang utan.

Sementara itu diberitakan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan jika memang ada hutan yang rusak seharusnya Greenpeace memberikan masukan yang valid sehingga bisa diperbaiki sama-sama. Terpenting lagi, harus didasarkan pada kepentingan nasional dan jangan menjelek-jelakan Indonesia, kata Zulkifli.

Untuk memperbaiki kerusakan hutan di Indonesia, katanya, tidak bisa dikerjakan dalam waktu sehari. Untuk itu, ia meminta agar dunia internasional juga turut berperan serta memelihara lingkungan.

"Kita jangan juga dianggap hanya satpam saja. Negara maju juga harus ikut serta memelihara kelestarian hutan. Kita juga harus bisa membangun dan mengembangkan wilayah kita. Negara asing juga harus ada kontribusi, jangan hanya Indonesia," katanya.

Sementara itu, diberitakan Greenpeace menyatakan data yang dimilikinya hanya merupakan hasil investigasi. "Kita lembaga kampanye, bukan lembaga penelitian. Data yang kita miliki merupakan hasil investigasi. Kita lembaga kampanye, bukan lembaga penelitian. Data yang kita miliki merupakan hasil investigasi,," kata  Yuyun  Indradi, Potical Forest Campaigner.(*)
(T.A027S006/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010