Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari The Prakarsa Dwi Rahayu Ningrum mengatakan bahwa aspek pendanaan menjadi salah satu tantangan bagi keberadaan organisasi masyarakat sipil (OMS) bagi kontribusi terhadap demokrasi yang substantif saat ini.

"Tantangan pertama adalah pendanaan dan tata kelola yang dapat mempengaruhi keberlanjutan dari OMS itu sendiri," kata Dwi dalam webinar dan diseminasi hasil riset "Penguatan Civil Society Organizations (CSOs) dalam Demokrasi Substantif di Indonesia" yang digelar The Prakarsa, Selasa.

Dalam kesempatan tersebut, Dwi sebelumnya memaparkan hasil penelitian The Prakarsa mengenai indeks tata kelola OMS yang mengambil sampel organisasi di Sumatera Utara, Jabodetabek, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca juga: ICSF 2021, Bappenas: Peran masyarakat sipil esensial kawal pembangunan

Dia mengatakan bahwa meskipun terdapat OMS yang mencoba sumber pendanaan lain seperti mendirikan perusahaan di bidang jasa konsultasi, namun hampir separuh organisasi dalam penelitian tersebut bergantung pada sumber pendanaan dari lembaga donor.

Selain pendanaan, Dwi juga menyebutkan tantangan lain bagi OMS dalam upaya berkontribusi demokrasi substantif, seperti adanya penurunan kualitas demokrasi Indonesia itu sendiri yang terperangkap di tingkat prosedural, hingga sumber daya manusia OMS yang justru masuk ke dalam politik praktis.

"Terkait juga dengan kondisi politik yang banyak menyedot sumber daya manusia OMS ke dalam politik praktis," ujarnya.

Terkait SDM, dia juga menjelaskan bahwa kapasitas dan kemampuan regenerasi menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi OMS di daerah.

Adanya stigma negatif kepada OMS yang terkadang disebut sebagai antek asing atau dijuluki sebagai lawan pemerintah juga jadi tantangan, kata Dwi.

Meskipun menghadapi sejumlah tantangan, indeks tata kelola dalam penelitian tersebut menunjukkan hal cukup positif dari keberadaan OMS yang bergerak di berbagai bidang dalam dimensi efektivitas, kerangka hukum, akuntabilitas, ekuitas, dan partisipasi.

Meskipun cukup baik, terdapat tiga aspek yang masih perlu ditingkatkan, yakni tata kelola kerangka hukum, ekuitas dan akuntabilitas. Indeks yang menunjukkan OMS di kota besar memiliki tata kelola lebih baik dibandingkan di daerah juga menjadi perhatian tersendiri.

"Pemerataan layanan dan advokasi OMS di daerah perlu ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas dari program layanan maupun sumber daya manusia," pungkas Dwi.

Dalam diseminasi itu, turut hadir sebagai penanggap, yakni Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI) Firman Noor, Peneliti dari Universitas Indonesia Nur Iman Subono, dan Direktur Eksekutif YappikaActionAid Fransisca Fitri.

Baca juga: KPK harap masyarakat sipil terlibat kampanye pendidikan antikorupsi
Baca juga: ICSF 2021, Organisasi masyarakat sipil harus diperkuat cegah korupsi

Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021