Perlu dukungan pemerintah dan badan usaha transportasi LNG untuk meningkatkan efisiensi biaya logistik
Jakarta (ANTARA) - PLN minta pemerintah membuat kebijakan terintegrasi terkait pemanfaatan infrastruktur gas yang tidak hanya fokus pada peruntukan kelistrikan, tapi juga mengakomodasi kebutuhan gas di luar kelistrikan, sehingga membuat biaya infrastruktur gas menjadi lebih kompetitif.

Oleh karena itu, PLN mendukung langkah pemerintah yang menetapkan harga gas alam cair (liquified natural gas/LNG) tanpa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dijaga keberlangsungannya.

Hanya saja, pemerintah perlu menetapkan harga LNG khusus untuk implementasi Keputusan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 untuk membantu penurunan konsumsi BBM nasional, meningkatkan bauran gas, serta membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia timur, kata A Daryanto Ariyadi, Executive Vice President Gas dan BBM PT PLN (Persero).

“Perlu dukungan pemerintah dan badan usaha transportasi LNG untuk meningkatkan efisiensi biaya logistik,” tambah Daryanto dalam diskusi virtual bertajuk “Optimalisasi Penggunaan Gas Bumi Menuju Transisi Energi” di Jakarta, Selasa.

Menurut Daryanto, Indonesia memiliki potensi gas yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, yang mampu memenuhi kebutuhan industri hingga 20 tahun ke depan. Namun masih ada jurang yang cukup besar, antara potensi gas yang ada dan permintaan gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Ia menyebutkan pada 2012 merupakan milestone pengunaan gas di PLN. Saat itu, harga gas sangat kompetitif dengan sumber energi lain, sekitar 2,5 dolar AS, namun harga kemudian terus naik.

Sementara PLN juga harus memperhatikan aspek biaya pokok produksi. Pada 2017, PLN tidak lagi berfokus pada pemanfaatan gas, tetapi pada sumber energi lain yang lebih kompetitif, yakni batu bara.

“Pada 2020, penyerapan gas di PLN, semakin turun akibat pandemi COVID-19. Pandemi ini juga menjadi aspek yang turut berpengaruh dalam penyerapan gas di PLN,” katanya.

Pembicara lainnya Taslim Z Yunus, Sekretaris SKK Migas, mengakui bahwa daya serap gas domestik rendah. Hal itu dibuktikan dari 2012 hingga saat ini rata-rata pemanfaatan gas bumi untuk pembeli dalam negeri hanya 1 persen per tahun.

Pertumbuhan gas lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang berksiar 4-5 persen per tahun. “Kami berharap konsumsi domestik bisa ditingkatkan lebih besar lagi,” ujar Taslim.

Menurut dia, milestone pengembangan gas bumi dari sisi demand masih belum signifikan. Suplai dan permintaan masih lebih besar suplai.

“Sebetulnya, kita masih kompetitif, jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga lain, kecuali Singapura yang memang harga gasnya sangat tinggi,” ungkap Taslim.

Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Subholding Upstream Pertamina, John H Simamora mengatakan agar pemanfaatan gas bumi optimal dapat dilakukan dengan membangun kesepahaman bersama bahwa gas bumi adalah pilihan yang tepat dalam masa transisi energi. Tanpa kesepahaman bersama, nasib gas bumi akan seperti minyak.

“Kesepahaman itu kemudian diturunkan dalam kebijakan yang mendorong optimasi gas bumi, sehingga antara supply dan demand, bisa berjalan beriringan,” katanya.

Menurut dia, banyak potensi gas yang dimiliki Pertamina terutama di wilayah Indonesia timur, tetapi belum bisa dimonetisasi karena belum tersedia infrastruktur.

“Gas memang sudah saatnya. Tetapi harus nyata dan jelas. Kita sudah banyak bicara soal ini, tetapi faktanya, tidak banyak berubah,” kata John.

Lely Malini, Division Head Corporate Planning PT Perusahaan Gas Negara Tbk, mengatakan PGN berharap ada data demand yang lebih akurat sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas dan infrastruktur yang dimiliki. Dengan demikian, bisa terus meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

Untuk terus meningkatkan layanan kepada pelanggan, PGN melakukan beberapa program di antaranya, gasifikasi kilang, gasifikasi penyediaan tenaga kelistrikan dan juga penyediaan jaringan gas rumah tangga.

“Kami merencanakan, pada 2022 sampai 2026 ada satu juta jaringan terpasang, baik dengan pembiayaan oleh APBN maupun pembiayaan oleh PGN,” kata Lely.

PGN berharap dukungan dari pemerintah terutama terkait keberlanjutan bisnis gas bumi karena peranan vital dalam transisi energi nasional.

Demikian juga untuk keberlangsungan penyaluran gas eksisting, diperlukan penyiapan infrastruktur tambahan untuk pasokan LNG, dengan harga yang kompetitif.

“Selain itu, perlu ada kajian bersama terkait harga gas bumi terkait penugasan penyaluran gas bumi tertentu di bidang industri. Khususnya insentif dan kompensasi yang dikeluarkan badan usaha,” kata Lely.

Sementara itu, Direktur Operasi Risco Energy Aditya Pratama mengatakan optimalisasi penggunaan gas dapat dilakukan dengan pengembangan small scale infrastruktur LNG.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia tentunya membutuh LNG skala kecil, sehingga pengembangan infrastruktur LNG sangat dibutuhkan.

“Small scale LNG itu cost effective. Perlu dilihat dan ditinjau kembali multilevel LNG trader bisa dikembangkan. Saat ini Risco mentranfers LNG di daerah industri, Jawa Barat dan Kalimantan,” kata Aditya.

Baca juga: Pemerintah percepat pemanfaatan energi bersih lewat terminal LNG

Baca juga: PGN perluas pemanfaatan gas bumi sektor komersial industri

Baca juga: Anggota DPR ingin optimalisasi pemanfaatan gas bumi melalui pipa

 

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021