Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih baik fokus pada rekapitulasi suara secara elektronik (e-recap) bernama Sirekap daripada menghabiskan waktu memikirkan sistem pemungutan suara elektronik (e-voting).

"Daripada KPU menghabiskan waktu memikirkan e-voting, akan lebih realistis dan berdaya guna penyelenggara pemilu ini berkonsentrasi dan serius menyiapkan teknologi e-recap atau e-tabulation," kata Titi Anggraini melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Minggu pagi.

Ditambah lagi, kata Titi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum belum mengatur soal penerapan pemungutan suara secara elektronik, baik untuk pemilu anggota legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI.

Ia menegaskan bahwa peluang e-voting baru terbuka untuk pemilihan kepala daerah (pilkada), sebagaimana termaktub dalam UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) Pasal 85 Ayat (1).

Baca juga: Pilih amendemen atau e-Voting terkait Pemilu 2024

Baca juga: Pakar: Perlu regulasi e-Voting terkait pengamanan data Pemilu 2024


Sementara itu, lanjut dia, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 147/PUU-VII/2009 menyebut bahwa frasa "mencoblos" untuk penyelenggaraan pilkada dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diartikan pula menggunakan metode e-voting dengan syarat kumulatif.

Syarat kumulatif ini meliputi tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, kemudian daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan.

"Bisa dibilang hampir tak terbuka ruang untuk menggunakan e-voting pada Pemilu 2024," kata Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Selain belum tersedia kerangka hukum yang melandasi-nya, lanjut dia, persiapan, penentuan teknologi yang akan digunakan, serta sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat juga waktunya sangat tidak memadai.

Ia menyarankan agar KPU lebih baik berkonsentrasi menyiapkan penggunaan teknologi rekapitulasi suara secara elektronik atau lebih populer dengan istilah Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) sehingga hasil pemilu benar-benar bisa transparan dan akuntabel dalam penghitungannya.

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021