Yogyakarta (ANTARA) - Pidato kenegaraan Presiden RI Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI - DPD RI berlangsung di Jakarta, Senin pagi. Agenda rutin menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) disambung dengan Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2022.

Tema kebijakan fiskal tahun 2022, yaitu “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”, digambarkan dengan angka-angka optimisme.

Angka-angka optimisme itu antara lain pertumbuhan ekonomi 2022 berada di kisaran 5,0-5,5 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut lebih tinggi dari target APBN 2021 sebesar 5 persen.

Kemudian pemerintah menargetkan tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan masing-masing sebesar 5,5 - 6,3 persen dan 8,5 - 9,0 persen. Sementara itu, tingkat ketimpangan atau rasio gini di kisaran 0,376 - 0,378,serta indeks pembangunan manusia di kisaran 73,41 - 73,46.

Mendengar tingkat pengangguran terbuka diupayakan akan ditekan hingga 6,3 persen saja, tentu cukup menggembirakan. Jika diperhatikan data yang ada, tingkat pengangguran terbuka itu cukup tinggi. Misalkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 diperkirakan naik ke kisaran 7,15 persen - 7,35 persen. Kenaikan ini terkait dengan pembatasan mobilitas dan kegiatan masyarakat akibat pandemi Covid-19. Kebijakan ini berdampak terhadap kenaikan tingkat pengangguran.

Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 akan naik ke kisaran 7,15 persen - 7,35 persen. Sementara tingkat pengangguran pada Agustus 2020 yaitu sebesar 7,07 persen, dan Februari 2021 yang mencapai 6,26 persen.

Berbagai pihak menilai keseriusan untuk menekan pengangguran merupakan langkah tepat. Bagaimana pun pandemi Covid-19 yang berkepanjangan akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran baru. Bilamana pemerintah punya komitmen, diyakini akan banyak jalan menekan pengangguran tersebut.

Ada momentum
Selain soal pengangguran, sudah barang tentu angka pertumbuhan bisa menghadirkan pro-kontra. Ada yang menilai pemerintah terlalu percaya diri. Namun ada landasan kuat atas prediksi tersebut, di antaranya momentum kuartal II 2021.

Presiden Joko Widodo meminta momentum pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021 tetap dijaga.Tercatat pada kuartal II 2021, ekonomi RI tembus 7,07 persen yang dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi di samping faktor base effect.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia memang mencerminkan optimisme arah pemulihan ekonomi dan juga potensi akselerasi pertumbuhan ekonomi dari reformasi struktural, meski secara realistis juga mencerminkan risiko ketidakpastian yang masih tinggi.

Namun optimisme pemerintah ini didasarkan pada tren pemulihan ekonomi yang semakin kuat. Berbagai leading indicator terus mengalami peningkatan. Indeks keyakinan konsumen sudah pada level optimistis (di atas 100). Indeks penjualan ritel terus meningkat. PMI manufaktur terus mencatat ekspansi dalam enam bulan berturut-turut. Konsumsi listrik industri dan bisnis terus membaik dan telah tumbuh positif.

Hal tersebut disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna dengan agenda mendengarkan Tanggapan Pemerintah terhadap Pandangan Fraksi-Fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022, di Gedung Nusantara II, Senayan,Jakarta, pada Mei lalu.

Sri Mulyani juga menjelaskan APBN tahun 2022 dirancang bersifat antisipatif, responsif, dan fleksibel merespons ketidakpastian, namun tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian. APBN berperan sentral untuk melindungi keselamatan masyarakat dan sekaligus sebagai motor pengungkit pemulihan ekonomi.

Sejak awal pandemi, Indonesia telah menggunakan APBN sebagai perangkat kontra-siklus atau countercyclical, mengatur keseimbangan rem dan gas, mengendalikan penyebaran Covid-19, melindungi masyarakat rentan, dan sekaligus mendorong kelangsungan dunia usaha. Strategi ini membuahkan hasil.

Tak berlebihan
Target pemerintah untuk tahun 2022 juga tak berlebihan. Bank Indonesia juga memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh 5,5 persen pada 2022. Proyeksi tersebut didasarkan atas asumsi vaksinasi Covid-19 berhasil dilakukan sehingga dapat mendorong mobilitas dan konsumsi domestik.

Sementara pada tahun ini, BI memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh pada kisaran 4,1 hingga 5,1 persen. Proyeksi tersebut didorong oleh kenaikan kinerja ekspor, investasi nonbangunan, implementasi UU Cipta Kerja, dan terus berlanjutnya stimulus fiskal dan moneter.

Di balik optimisme itu perlu juga dicermati catatan pihak lain. Bank Dunia memberi catatan bahwa peningkatan angka pertumbuhan ekonomi tak serta merta membuka lapangan pekerjaan bagi sektor- sektor tertentu.

Dalam Laporan Bank Dunia dinyatakan sektor jasa yang tidak bernilai tambah (low value-added services) seperti perdagangan, transportasi, dan di bidang jasa ramah tamah (hospitality), akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih.

Bank Dunia juga menyarankan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya tetap waspada tentang ketidakpastian yang membayangi, terutama masih dari kasus Covid-19 yang diperkirakan meningkat di sejumlah wilayah.

Untuk itu, Bank Dunia mengimbau otoritas untuk melakukan perbaikan penanganan pandemi. Karena saat ini program vaksinasi terpantau masih lambat, bahkan ada varian baru Covid-19.

Pemulihan ekonomi masih akan sangat bergantung pada kapabilitas masing-masing negara, termasuk Indonesia dalam menjalankan komitmen vaksinasi, besarnya ketergantungan pada perekonomian negara lain, juga kondisi dalam negeri. Jadi kini menjadi pekerjaan rumah bersama adalah mengejar herd immunity agar target pemulihan ekonomi benar- benar terwujud.


Baca juga: Sri Mulyani: Perlu kerja keras capai target 5,5 persen pada 2022
Baca juga: RAPBN 2022 penuh optimisme namun tetap ekstra hati-hati
Baca juga: Menkes pastikan anggaran kesehatan 2022 teralokasi merata ke daerah

Copyright © ANTARA 2021