setelah dilakukan sunset review, tidak ditemukan dasar yang cukup kuat bagi DGTR untuk melanjutkan pengenaan BMAD kepada produk VSF Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyambut baik keputusan Directorate General of Trade Remedies (DGTR) India yang menghentikan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) impor produk serat stapel viscose (viscose staple fiber/VSF) dari Indonesia yang tertuang dalam keputusan DGTR Nomor 7/03/2021 pada 31 Juli 2021.

“Setelah 11 tahun, akhirnya Indonesia berhasil melepaskan diri dari pengenaan BMAD produk VSF oleh otoritas India. Sebab, setelah dilakukan sunset review, tidak ditemukan dasar yang cukup kuat bagi DGTR untuk melanjutkan pengenaan BMAD kepada produk VSF Indonesia,” jelas Mendag Lutfi lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, pengenaan BMAD produk VSF Indonesia di India telah berlangsung sejak 26 Juli 2010 dengan besaran antara 0,103 dolar AS per kilogram (kg) — 0,512 dolar AS per kg.

VSF merupakan serat buatan biodegradable dari serat kayu yang memiliki karakteristik mirip dengan kapas. VSF digunakan sebagai bahan baku pembuatan benang untuk pakaian, apparels, dan perlengkapan rumah tangga.

Mendag mengungkapkan penghentian pengenaan BMAD produk VSF Indonesia sangat menggembirakan. Hal ini dikarenakan India merupakan salah satu pasar produk VSF yang cukup menjanjikan.

Pada 2020, India merupakan pasar impor terbesar ke-7 dunia dengan nilai impor sebesar 86,27 juta dolar AS atau 4,1 persen dari total perdagangan VSF dunia.

Sementara, dari sisi negara tujuan ekspor Indonesia, India berada di posisi ke-4 dengan membukukan nilai ekspor sebesar 25,35 juta dolar AS atau 6,1 persen dari total ekspor VSF Indonesia ke seluruh dunia.

Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menegaskan dalam kurun waktu 11 bulan terakhir, Indonesia telah berhasil tiga kali berturut-turut terbebas dari pengenaan BMAD oleh DGTR India, yaitu untuk produk nonwoven fabric, viscose spun yarn (VSY), dan viscose staple fiber (VSF).

“Capaian untuk produk VSF kali ini menjadi catatan tersendiri. Hal ini mengingat VSF merupakan bahan baku dari VSY. Sehingga, eksportir Indonesia dapat secara simultan menggenjot ekspor untuk kedua jenis produk ini,” imbuh Wisnu.

Plt Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menambahkan kerja sama antara semua stakeholders menjadi strategi yang efektif dalam penghentian BMAD VSF ini.

Sinergi Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan dengan asosiasi di bidang tekstil dan perusahaan tertuduh sekali lagi menjadi strategi yang efektif dalam penghentian BMAD ini.

"Upaya pembelaan dilakukan di berbagai kesempatan baik melalui sanggahan secara tertulis maupun melalui hearing yang dilaksanakan secara daring,” tutur Pradnyawati.

Pradnyawati berharap kerja sama pemerintah dengan pelaku usaha dapat dilanjutkan dengan segera mewujudkan akselerasi ekspor VSF ke India. Hal tersebut mengingat adanya kesempatan ekspor VSF ke India yang semakin terbuka lebar.

Dalam kurun lima tahun terakhir, ekspor VSF Indonesia ke India tertinggi tercatat pada 2019 dengan nilai sebesar 35,85 juta dolar AS. Sementara, pada periode Januari — Mei 2021, nilai ekspor VSF Indonesia ke India tercatat sebesar 16,69 juta dolar AS atau naik sebesar 114,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,79 juta dolar AS.

Baca juga: LPEI dukung pelaku usaha minyak atsiri perluas pasar ekspor
Baca juga: Indef minta waspadai penyebaran varian Delta di negara tujuan ekspor
Baca juga: Mendag perkirakan ekspor Indonesia akan tetap kuat


Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021