Kasus penularan di dalam ruangan pernah menjadi sorotan seperti di China dan Korea Selatan yang kemudian menjadi bahan penelitian para ilmuwan mengenai transmisi virus SARS-CoV-2
DKI Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Universitas Griffith, Australia dr Dicky Budiman MScPH, PhD (Can) menyatakan gedung-gedung perkantoran maupun fasilitas publik tertutup mesti memperhatikan ventilasi karena jika sirkulasi udara buruk dapat mempercepat penularan COVID-19.

"Mekanisme penularan melalui udara yang disebut 'airbone aerosol' dan 'droplet'. Keduanya berkaitan dengan ukuran partikel udara saja," katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan kasus penularan di dalam ruangan pernah menjadi sorotan seperti di China dan Korea Selatan yang kemudian menjadi bahan penelitian para ilmuwan mengenai transmisi virus SARS-CoV-2.

Kasus penularan di dua negara tersebut, katanya, terjadi secara cepat saat berada di dalam ruangan akibat sirkulasi udara yang buruk. Sistem udara yang diputar di dalam ruangan tidak melibatkan udara luar, dalam artian sirkulasi hanya terjadi di ruangan itu saja.

"Di Korea Selatan di tempat makan populer jadi kluster. Artinya sirkulasi dihirup oleh pengunjung yang ada di dalam restoran. Yang harus kita perhatikan penularan lewat udara karena aktivitas interaksi yang tinggi," katanya.

Berbeda dengan aktivitas di luar ruangan, katanya, potensi penularannya lebih kecil tetapi tetap saja bisa tertular apabila tidak menggunakan masker. Ia menegaskan potensi paparan di ruangan tertutup 20 kali lebih tinggi ketimbang di luar ruangan.

Menurut dia, kunci untuk menghindari penularan salah satunya dengan memakai masker secara ketat dan tidak berada di kerumunan, utamanya memperhatikan sirkulasi udara jika berada di suatu ruangan tertutup.

"Dalam setiap event keramaian, itu ada yang disebut 'super spreader' yang membawa virus banyak sekali. Apalagi bicara varian Delta yang 100 kali jumlah virusnya dibanding yang sebelumnya," katanya.

Ia juga menyarankan agar masyarakat untuk menggunakan masker dua lapis; medis dan kain, dan tidak pernah membukanya saat berada di ruang publik yang tertutup. Kemudian, yang terpenting mengurangi mobilitas dan tidak berkerumun.

"Kita ini kalau ke luar rumah, di luar rumah itu sedang badai, potensi terpaparnya sangat besar sekali. Sekalipun kita menggunakan payung tetap akan cipratan terkena air. Oleh karena itu, tidak lepas 3T ((testing, tracing, treatment)), mendukung prokes 5M, dan vaksinasi," kata Dicky Budiman.

Sementara itu praktisi pengelola bangunan Dedy El Rashid mendorong agar pengelola gedung mulai memperhatikan sistem ventilasi udara sebagai pelindungan ekstra pencegahan penularan COVID-19.

"Kita menganjurkan menambah asupan udara bersih yang menjadi nominalnya dua kali pergantian udara, dan mengganti filter yang lebih baik yang memiliki efesiensi yang lebih tinggi," katanya.

Pengelola gedung juga dapat menambah fasilitas dengan memasang sinar ultraviolet C (UVC) yang sesuai standar untuk membunuh bakteri dan virus, kendati harus ada penelitian lebih lanjut soal keefektifan bisa menonaktifkan SARS-CoV-2, demikian Dedy El Rashid.

Baca juga: WHO paparkan kemungkinan penularan COVID-19 lewat udara

Baca juga: PMI: Penularan COVID-19 lewat udara jika sirkulasi ruangan buruk

Baca juga: LIPI: Tingkatkan sirkulasi udara ruang kerja di masa pandemi COVID-19

Baca juga: Ruang kerja dengan sirkulasi udara tidak baik picu penambahan kasus


 

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021