Jakarta (ANTARA) - Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Fajaruddin Sihombing mengemukakan aplikasi Sistem Informasi Rawat Inap (Siranap) rumah sakit tidak berjalan optimal akibat mekanisme rujukan yang tidak tertib.

"Seharusnya pasien yang datang ke rumah sakit harus melalui sistem rujukan faskes 1 dan 2 dari Puskesmas. Sekarang sudah banyak langsung datang ke IGD dengan berbagai tingkatan gejala," katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon di Jakarta, Senin.

Fajaruddin mengatakan perilaku pasien tersebut memicu pembaruan data sistem rujukan menjadi tidak akurat sebab tidak termonitor melalui faskes.

"Saya juga meminta kepada rumah sakit agar memperbaharui data dilakukan secara real-time," katanya.

Baca juga: Pemkot Samarinda tambah kapasitas tempat tidur pasien COVID-19

Baca juga: Wamenkes: Keterisian tempat tidur RS di Jakarta sudah mulai datar


Sementara itu, dilansir melalui aplikasi Siranap pada Senin siang, dilaporkan mayoritas BOR rumah sakit di Jakarta masih dalam situasi penuh. Terdapat 42 dari total 133 rumah sakit swasta maupun pemerintah di Jakarta memiliki tempat tidur perawatan yang kosong untuk penanganan pasien darurat maupun isolasi.

Jumlah tempat tidur yang kosong paling banyak mencapai 12 unit dan yang paling sedikit satu unit. Siranap juga melaporkan terjadi antrean rata-rata lima hingga 12 pasien pada rumah sakit yang sedang penuh.

Sebanyak 41 dari total 133 rumah sakit di Jakarta dilaporkan ada kekosongan tempat tidur pelayanan untuk pasien non-COVID-19. Jumlah tempat tidur yang kosong berkisar satu hingga 25 tempat tidur.

Fajaruddin mengatakan angka tempat tidur yang kosong tersebut masih sedikit jumlahnya. "Keterisian tempat tidur perawatan (BOR) itu tetap masih tinggi karena masyarakat yang positif juga masih tinggi," katanya.

Fajaruddin menambahkan tenaga kesehatan di rumah sakit, khususnya di Pulau Jawa dan Bali masih dihadapi dengan beban kerja yang tinggi di tengah keterbatasan sumber daya manusia (SDM).

"Nakes kita banyak yang terpapar, isolasi dan dirawat, sebagian bahkan wafat. Ini harus jadi perhatian kita agar beban ini dikurangi dan perlahan menurun. Harus masa-sama dijaga jangan sampai kolaps," katanya.

Menurut Fajaruddin, rata-rata 20 persen SDM rumah sakit di terpapar COVID-19, sehingga beban kerja ditanggung oleh 80 persen SDM yang tersedia. "Saat situasi normal saja, 80 persen SDM rumah sakit sudah timpang," katanya.

Untuk itu Fajaruddin meminta agar aktivitas masyarakat terus diperketat serta mematuhi ketentuan protokol kesehatan yang disarankan pemerintah.

"Kita tidak bisa di hilir bertahan, harus maju juga ke hulu, bagaimana caranya di hulu dikurangi dan diperketat," katanya.*

Baca juga: BOR RS meningkat, Batam optimalkan penanganan COVID-19 di asrama haji

Baca juga: BOR Isolasi rumah sakit COVID-19 di Kudus turun jadi 32 persen

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021