Jakarta (ANTARA) - Berbagai komponen bangsa, mulai dari DPR dan TNI AU mendorong pemerintah segera menyelesaikan naskah akademik dan naskah RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU PRUN) sehingga naskah rancangan beleid itu dapat masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2022.

Dukungan terhadap RUU PRUN diberikan karena mereka berpendapat masih ada kekosongan hukum dalam tata kelola dan penindakan hukum ruang udara nasional.

Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, dalam sesi seminar di Jakarta, Rabu, memberi dorongan kepada pemerintah melalui Kementerian Pertahanan agar dapat memasukkan RUU PRUN ke prolegnas 2022.

“Saya ingin memberikan masukan ke Kemhan, jika Kemhan ingin memasukkan RUU PRUN ke prolegnas 2022 saya kira tepat sekali. Tapi, harapan saya, jangan molor sampai 2023 karena takut tidak keburu,” kata dia saat sesi seminar yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kasau dorong pembentukan Badan Pengelola Ruang Udara Nasional

Dalam seminar nasional itu, yang digelar perwira siswa Sekolah Komando Kesatuan TNI AU Angkatan ke-109, dia mengatakan Komisi I DPR konsisten mendukung RUU PRUN segera disahkan jadi undang-undang.

“Ini menarik sekali saya lihat suasana Komisi I terkait ini mendukung RUU ini bisa jadi undang-undang,” kata dia.

Ia pun berharap Kmenterian Pertahanan, yang menjadi penjuru pada penyusunan naskah akademik dan naskah rancangan RUU PRUN dapat segera merampungkan dua dokumen itu.

Baca juga: Kasus pelanggaran udara dan kesigapan TNI

Dalam acara yang sama, Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsekal Pertama TNI Muhammad Idris, menyampaikan pemerintah berencana memasukkan RUU PRUN dalam prolegnas jangka menengah periode 2019-2024.

Sepanjang 2020-2021, tim penyusun dari Kementerian Pertahanan telah mempersiapkan naskah akademik dan naskah RUU PRUN. “Naskah akademik sudah siap artinya kalau persentase sudah 80 persen. Bulan Juni akan bertemu kementerian lembaga terkait untuk membahas secara intensif rencananya sampai September,” kata dia.

Dalam acara itu, ia menegaskan, mereka berusaha segera menyelesaikan naskah akademik dan naskah RUU PRUN.

Baca juga: Jumlah pelanggaran di udara-perairan Indonesia turun empat tahun terakhir

Sementara itu dalam pidato pembukanya, Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, menyebut pembentukan undang-undang yang mengatur soal pengelolaan ruang udara nasional cukup krusial.

Pasalnya, kekosongan hukum terkait itu menyebabkan banyak pelanggaran hukum di ruang udara nasional terus terjadi dan membuka celah bagi pertahanan dan keamanan kedaulatan NKRI.

Ia menyebut kekosongan hukum pada tata kelola ruang udara nasional masih ditemukan pada beberapa sektor, antara lain terkait batas wilayah secara vertikal dan horizontal, tindak pidana pelanggaran kedaulatan dan pelanggaran terhadap aksi menerobos daerah terlarang.

Baca juga: Pada 2017 jaringan radar beroperasi 24 jam

Juga sanksi hukum pelanggaran wilayah udara, masalah pemetaan dan foto udara, kewenangan masing-masing pemangku kepentingan, batas kewenangan antara pusat dan daerah, serta potensi terhadap ancaman dan pemanfaatan perkembangan teknologi kerdigantaraan.

“Saat ini, intensitas atas pemanfaatan ruang udara tersebut menjadi semakin tinggi sehingga potensi konflik yang timbul juga semakin kompleks dan bersifat multisektor,” kata dia tentang urgensi pembentukan UU PRUN.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021