Padang (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumatera Barat, menilai Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri yang harus bertanggungjawab menyangkut Call Data Record (CDR) antara Ary Muladi dengan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ade Raharja, karena tidak bisa dibuktikan.

"Kalau tidak bisa membuktikan adanya data rekaman percakapan/CDR dalam kasus yang melibatkan unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi itu, sebaiknya Kapolri secara sportif saja mundur dari jabatannya sekarang," kata Direktur Eksekutif LBH Padang, Vino Octavia ketika diminta tanggapannya di Padang, Jumat.

Menurut dia, Komisi III DPR sebagai wakil rakyat harus meminta pertanggung jawaban Kapolri dan Kejagung menyangkut CDR yang sampai sekarang belum bisa dibuktikan dalam persidangan.

Jadi, sangat penting Komisi III DPR RI untuk kembali meminta Kapolri mengklarifikasi mengenai data percakapan kasus yang melibatkan pimpinan KPK tersebut.

Bahkan, bila perlu DPR merekomendasikan, agar Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada rakyat dan institusinya.

"Pernyataan yang pernah disampaikan Kapolri ke publik soal data rekaman percakapan tersebut, masih belum bisa dibuktikan," katanya.

Menurut dia, jika benar tidak ada data rekaman percakapan antara Ary dengan Ade Raharja, sebagaimana sebelumnya digembor-gemborkan polisi, berarti telah terjadi pembohongan publik.

Padahal, Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji pernah menyatakan CDR itu sebagai bukti dalam kasus penyalahgunaan wewenang dan pemerasan yang diduga dilakukan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Martha Hamzah di Komisi III November 2009.

Namun, kenyataan sampai sekarang tak kunjung ada, bahkan belum pernah diputar pada persidangan sebagai bukti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Bahkan, hakim di Pengadilan Tipikor sudah samapai tiga kali untuk meminta Kapolri menyerahkan barang bukti berupa data rekamanan percakapan Ary dengan Ade Raharja.

Oleh karena itu, kata Vino, kuat dugaan kasus yang melibatkan pimpinan KPK hanya rekayasa untuk mengkriminalisasikan lembaga pemberantasan korupsi itu.

LBH Padang berharap dengan tidak adanya data rekaman percakapan Ary Muladi dengan Ade Raharja itu, Presiden RI hendaknya bisa mencopot Kapolri Bambang HD.

Alasannya, pertama, bilamana tidak dibuktikan pernyataan-pertanyaan yang disampaikan Kapolri maupun Kejagung, menyakut data rekamanan percakapan dalam kasus Anggodo Widjojo, satu bentuk mempermainan hukum dan pembohongan publik.

Justru itu, Kapolri harus mundur dengan jentelmen karena instansi penegak hukum yang dipimpinnya tidak profesional dalam menjalankan tugas.

Vino juga berpendapat, tidak bisa dibuktikan rekaman data percapan Ary dengan Ade R, musti menjadi acuan bagi para Hakim pengadilan yang kini menangani kasus Bibit-Candra.

Publik, tambahnya, sudah tahu semua mengenai pernyataan yang disampaikan Kapolri dan Kajagung soal data rekaman percakapan Ary dan Ade benar ada.

Namun, sejumlah saksi dari penyidik dalam persidangan Anggodo, diungkapkan rekaman antara Ary dan Ade memang tidak ada.

Vino mengatakan, jika dibiarkan upaya penegakan hukum tidak menjalankan secara profesional, dan sering mempermainkan hukum, apa jadinya negeri ini. Bahkan, supremasi hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
(ANT/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010