Jakarta (ANTARA) - Bulan Ramadhan telah tiba. Banyak orang tua yang mulai mengenalkan ibadah puasa kepada anak-anaknya. Namun, bagaimana dengan orang tua dengan anak yang anak yang mengalami Autism Spectrum Disorders (ASD)?

Akademisi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr. Adriana Soekandar Ginanjar mengatakan bahwa bukan hal yang tidak mungkin untuk mengajak anak autisme belajar berpuasa. Salah satu caranya adalah pembiasaan dari orang tua.

Baca juga: Orang tua wajib dampingi anak autisme akses gawai di era digital

"Cukup banyak anak-anak yang mungkin gangguannya cukup berat tapi akhirnya ikut berpuasa. Sebenarnya, anak belajar melalui meniru, observasi dari kegiatan (orang tua) di rumah, ritualnya (ibadah) berjalan, misalnya dari kecil sudah dibangunkan untuk sahur," kata Adriana kepada ANTARA, ditulis pada Sabtu.

Lebih lanjut, penting bagi orang tua untuk memahami bahwa kebiasaan tersebut tidak bisa langsung ditiru dan diimplementasikan anak. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, pengenalan kebiasaan ini dilakukan secara bertahap.

"Misalnya, kalau pun dia masih belum bisa berpuasa penuh dan lapar di jam 10, boleh makan, lalu nanti puasa lagi. Kemudian orang tua juga bisa membuatkan makanan yang lebih enak saat berbuka, dan lainnya. Jadi memang ini harus bertahap," kata wanita yang pernah bergabung di sekretariat ASEAN Autism Network (AAN) tersebut.

Sama seperti puasa, pengenalan ibadah dan aktivitas keagamaan lainnya seperti shalat kepada anak autisme, juga bisa dikenalkan sejak dini. Tidak bisa begitu saja dipaksakan pada anak, karena tergantung pemahaman anak.

"Salat juga diajarkan, walaupun mungkin bacaannya hanya dari imamnya saja, dengan dia mengikuti urutan gerakannya. Memang bertahap, makin lama kalau anaknya pemahamannya bagus tentu bisa dijelaskan tentang agama, manfaat puasa untuk kesehatan, dan lainnya," jelas Adriana.

"Ada beberapa yang kuat (berpuasa) walaupun ada anak yang lainnya makan. Bahkan ada juga yang suka baca Al-Quran. Dasarnya memang dari rumah. Kalau dibiasakan, maka anak akan terbiasa. Asal mengajarkannya tidak dengan ancaman, tapi lebih ke reward," imbuh wanita yang terlibat di Yayasan Autisma Indonesia tersebut.


Baca juga: Menggapai optimisme meskipun autis

Baca juga: Pentingnya "me time" bagi orang tua dengan anak autisme

Baca juga: Pandemi bisa jadi momen orang tua dan anak autisme jalin kedekatan

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021