mendesak KPK segera mengungkap kasus korupsi pengadaan lahan rumah DP Rp0 dan korupsi pengadaan alat fitnes GOR Jakbar.
Jakarta (ANTARA) - Massa dari kelompok Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) cabang se-Jakarta melakukan unjuk rasa di Balai Kota Jakarta untuk meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Massa tersebut datang di depan pintu gerbang Balai Kota sekitar Selasa, pukul 13.00 WIB dengan membawa berbagai spanduk yang berisi desakan lembaga anti rasuah untuk memeriksa kemungkinan keterlibatan Anies dalam kasus pengadaan lahan Sarana Jaya dan pengadaan alat fitnes GOR Jakarta Barat.

Baca juga: Anies Baswedan angkat Agus Himawan Widiyanto jadi Dirut Sarana Jaya

"Kami HMI-MPO cabang se-Jakarta mendesak KPK segera menelusuri Gubernur Anies Baswedan dalam kasus korupsi pengadaan lahan rumah DP Rp0 dan korupsi pengadaan alat fitnes GOR Jakbar. Kami minta Gubernur Anies bertanggung jawab atas dua kasus itu," kata Koordinator Aksi Audi Hafiz Basri di Balai Kota Jakarta, Selasa.

Audi juga menyebut mereka mendesak KPK menyelesaikan dua kasus korupsi yang menyeret Yoory Corneles Pinontoan (Dirut Sarana Jaya); Taufik Gumilar (eks Sekretaris Dispora DKI Jakarta); Heru Haryanto (eks Kabid Sapras Dispora DKI); Suwasti (mantan Kasubag TUP UPT GOR Gelanggang Remaja Jakbar); dan Marjuk (pejabat Pengendali teknis kegiatan pengadaan alat fitnes di UPT GOR Gelanggang Remaja Jakbar) .

Baca juga: Sarana Jaya diminta jalani proses hukum dan ganti kerugian negara

"Kami HMI-MPO cabang se-Jakarta juga menyatakan segala bentuk perencanaan APBD DKI Jakarta harus transparan dan akuntabel. Apabila tuntutan kami dalam pernyataan sikap ini tidak ditindaklanjuti dan diindahkan, maka kami akan kembali melakukan aksi dengan massa lebih banyak," tutur Audi.

Kasus
Untuk kasus pengadaan alat fitness GOR Jakbar, melibatkan mantan Kadispora DKI Jakarta Ratiyono yang dinyatakan postif terlibat kasus korupsi di beberapa GOR di Jakarta Barat yang diperkirakan dapat merugikan negara sekitar Rp3 miliar. Bahkan menurut pemeriksaan Kejari Jakbar terdapat empat nama lainnya yang diduga terlibat yaitu Taufik Gumilar, Heru Haryanto, Suwasti, dan Marjuk.

Adapun soal kasus Sarana Jaya, saat ini KPK tengah melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi, untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di-'markup', salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi yang berlokasi di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Tahun 2019.

Baca juga: KPK sebut capaian indikator tata kelola pemerintahan DKI Jakarta turun

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan persoalan tanah ini, penyidik lembaga anti rasuah telah menetapkan empat  tersangka. Mereka antara lain, Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA), selain itu, penyidik juga menetapkan PT. AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.

Indikasi kerugian negara sebesar Rp100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp217.989.200.000. Sementara dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun.

Atas perbuatannya, keempat pihak ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Uu No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaiman diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.

Terkait sengkarut kasus 'markup' pembelian tanah ini, penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, di antaranya di rumah YC dan kantor pusat PSJ. Penggeledahan dilakukan pada Rabu (3/3) lalu.

Menurut informasi yang didapat media dari pihak KPK, terdapat sembilan laporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh pihak BUMD DKI Jakarta itu. Adapun, dari sembilan laporan itu yang sudah naik ke penyidikan yakni terkait pembelian tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon untuk program rumah DP Rp0.

Menurut informasi yang sama, modus korupsi itu diduga terkait 'markup' atau permainan harga yang ditaksir oleh pihak apraisial yang tidak berkompeten. Total dari sembilan laporan itu terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp1 triliun. Sementara, untuk satu laporan yang telah naik ke taraf penyidikan tersebut total kerugian negara di angka sekitar Rp100 miliar.

Saat ini, Dirut Sarana Jaya Yoory C Pinontoan dicopot dan digantikan Agus Himawan Widiyanto.

Tim penyidik KPK menggali informasi seputar kegiatan usaha Perumda Pembangunan Sarana Jaya khususnya terkait pembelian sejumlah aset tanah.

Penggalian informasi itu dilakukan dari pemeriksaan enam saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur, tahun 2019.

Para saksi yang diperiksa antara lain, Bendahara Ekonom Kongregasi Suster-suster CB Provinsi Indonesia Sr Fransiska Sri Kustini CB alias Sr Franka, mantan Manajer Unit Pelayanan Pengadaan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Rachmat Taufik, dan broker/ calo tanah Minan bin Mamad.

Selain ketiganya, terdapat tiga saksi tambahan yakni Indra, Wahyu, dan Yadhi yang merupakan pegawai Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

""Para saksi didalami pengetahuannya di antaranya terkait dengan kegiatan usaha Perumda Sarana Jaya dalam pembelian sejumlah aset tanah," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (10/3).

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021