Jakarta (ANTARA) - Sekitar pukul 16.30 WIB Rabu (31/3), hujan rintik, dan seorang perempuan membawa map warna kuning, masuk dan nampak berkeliaran di sekitar Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia, di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Hari itu tidak ada sesuatu yang istimewa terjadi, semuanya biasa-biasa saja.

Sampai kemudian terjadi sesuatu yang menghebohkan dan sangat mengejutkan karena berlatar terorisme. Gerak-gerik perempuan itu bahkan terekam kamera pengawas. Beberapa menit kemudian, perempuan itu menodongkan sesuatu yang diduga senjata api genggam kepada beberapa polisi yang berada di pos penjagaan Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia.

Tak mau ada korban, polisi lalu melepaskan tembakan beberapa kali ke arah perempuan itu. Seketika pun dia tersungkur dan jatuh. Cuplikan rekaman video detik-detik peristiwa ini beredar di media sosial, lengkap dengan segala tanggapannya oleh warga jejaring.

Tembakan itu terdengar sampai beberapa puluh meter dari lokasi kejadian. Bahkan seorang juru parkir mendengar enam hingga tujuh kali bunyi letusan dari dalam komplek Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia.

Usai mengeliminasi perempuan itu, polisi kemudian dengan sigap memeriksa korban, apakah terdapat bahan peledak yang biasa digunakan untuk aksi-aksi teror. Polisi menemukan identitas perempuan itu, yang berumur sekitar 25 tahun.

Di tengah hujan deras, jenazah pelaku teror itu lalu dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur untuk dilakukan otopsi. Pascateror, penjagaan Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia pun diperketat. Beberapa kendaraan taktis hingga anjing pelacak disiagakan di pintu masuk gedung.

Tidak hanya itu, rumah dinas kepala Kepolisian Indonesia yang tidak jauh dari Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia dijaga lebih ketat, sesuai dengan protokol pengamanan baku polisi. Sungguhpun demikian, peristiwa berlatar teror itu tidak sampai membuat arus lalu-lintas di Jalan Trunojoyo dan kawasan sekitarnya harus dihentikan atau dialihkan secara drastis. 

Penjelasan polisi
Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Listyo S Prabowo, beberapa jam kemudian menyatakan pelaku teror di Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia itu seorang perempuan inisial ZA (25). Hasil olah tempat kejadian perkara diketahui identitas perempuan itu berdomisili di Ciracas, Jakarta Timur.

Awalnya ZA masuk melalui pintu belakang satuan polisi itu. ZA berjalan menuju ke pos jaga di gerbang utama. Ia menanyakan keberadaan kantor pos di dalam kompleks Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia. Setelah ditunjukkan lokasinya oleh polisi yang dinas, dia lalu berjalan-jalan sebentar di sekitar pos jaga itu. Namun berselang, ZA datang kembali dan menembak polisi-polisi yang sedang berjaga.

Listyo, di depan pers, menyatakan ZA melancarkan tembakan enam kali, dua kali di antaranya mengarah ke polisi yang berada di dalam pos jaga.

Setelah dieliminasi, diketahui identitas pelaku merupakan mantan mahasiswa yang telah dikeluarkan dari salah satu kampus. Polisi, setelah menelusuri lebih lanjut, menyatakan dia diduga telah terpapar paham radikal ISIS, dibuktikan melalui sejumlah hasil penelusuran polisi.

Sebelum melakukan aksi teror itu, ZA telah mengirimkan pesan di media sosial miliknya, hal-hal yang berhubungan dengan ISIS, di antaranya bendera ISIS dan tulisan-tulisan perjuangan jihad. Beberapa barang bawaan pelaku di dalam map dan amplop di lokasi kejadian, juga bertuliskan kata-kata berkaitan dengan paham tersebut.

Usai melumpuhkan pelaku teror itu, polisi lalu mengeledah rumah ZA dan menemukan semacam surat wasiat. Selain itu, ZA juga mengucapkan kalimat perpisahan (pamit) di dalam percakapan group keluarga.

“Saya perintahkan kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror untuk mendalami dan mengusut tuntas, kelompok jaringan yang berhubungan dengan tersangka,” kata pucuk pimpinan Kepolisian Indonesia itu dalam penjelasan kepada pers tanpa ada tanya-jawab itu. 

Dukungan
Terkait aksi teror itu, Ketua DPR, Puan Maharani, mengimbau semua pihak tidak terprovokasi namun tetap harus meningkatkan kewaspadaan. Ia meminta aparat yang berwenang meningkatkan keamanan khususnya di seluruh tempat publik dan objek vital.

"Saya minta Polri segera melakukan upaya penegakan hukum secara profesional sesuai dengan koridor hukum, aturan dan perundangan yang berlaku," kata dia.

Ketua Centra Initiative dan peneliti Imparsial, Al Araf, menyarankan kepada Kepolisian Indonesia untuk memperketat sistem pencegahan dan pengawasan di seluruh kantor polisi setelah terjadi penyerangan di Markas Besar Kepolisian Indonesia.

"Serangan yang terjadi di Makassar dan Jakarta menunjukkan kelompok teroris masih melakukan jejaring untuk terus melakukan perlawanan dengan aksi bom bunuh diri, penembakan, dan lainnya," kata dia.

Selain memperketat pengamanan di seluruh kantor polisi, dia mengatakan upaya mengungkap kasus untuk membongkar sel-sel teroris yang ada di Indonesia juga menjadi suatu hal yang penting.

Ia mengatakan serangan yang dilakukan hanya sasaran antara karena pada dasarnya aksi teror dilakukan untuk membuat ketakutan yang meluas di kalangan masyarakat. Dalam konteks itu, dia mengatakan masyarakat jangan terbawa pada tujuan kelompok teroris dengan merasa takut. Kelompok teroris harus dilawan dengan tidak merasa takut yang berlebihan.

"Bila publik takut, berarti tujuan mereka menciptakan ketakutan berhasil," ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Muchamad Nabil Haroen, mengatakan deteksi dini intelijen penting dan krusial untuk menjaga keamanan negara. Kata dia, strategi penanganan teroris dan ekstremis harus ditinjau ulang apakah penanganan terhadap kelompok radikal yang kemudian mendorong terjadinya ekstremisme bahkan terorisme sudah terlaksana dengan baik.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau upaya deradikalisasi diminta tidak hanya menggunakan pendekatan keamanan. Lebih dari itu harus menggunakan pendekatan pendidikan secara bertahap hingga komprehensif.

Oleh sebab itu, ia menyarankan pesantren dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bisa dilibatkan sebagai jangkar deradikalisasi. Pada kondisi saat ini, ia meminta masyarakat agar tetap tenang dan berharap Kepolisian Indonesia serta lembaga intelijen negara bisa bergerak cepat untuk mengantisipasi tindakan terorisme.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Robikin Emhas, mengatakan, tidak ada agama yang membenarkan kekerasan sehingga penyerangan terhadap Markas Besar Kepolisian Indonesia harus dikutuk keras.

"Penyerangan terhadap institusi negara, pengayom masyarakat, dan bagian dari penegak hukum; menggunakan dalil apa pun tidak bisa dibenarkan," kata dia.

Siapa pun yang melakukan aksi kekerasan, apalagi tindakan teror dengan mengatasnamakan agama, dia berani memastikan tindakan tersebut bukan berdasarkan ajaran agama. Sebab, agama apa pun secara tegas melarang segala bentuk kekerasan, apalagi aksi teror.

Ia mengatakan sasaran utama aksi terorisme adalah menimbulkan rasa takut karena dapat menimbulkan kekacauan dan ketidakstabilan di masyarakat.

"Mari kita lawan bersama, bersama bergandeng tangan untuk memperkokoh kebersamaan dan menjadikan keberagaman kekuatan untuk membangun peradaban bangsa," katanya.

Pascaaksi teror itu, Listyo memastikan layanan polisi kepada masyarakat di seluruh Tanah Air tetap berjalan normal. Ia meminta polisi yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat tetap meningkatkan kewaspadaan.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021