Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Kejaksaan Agung belum menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan menteri luar negari, Nur Hassan Wirajuda, terkait dugaan korupsi penggelembungan biaya tiket perjalanan dinas diplomat pada Kementerian Luar Negeri.

"Untuk mantan menlu itu, belum ada penjadwalan untuk pemeriksaannya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Didiek Darmanto, di Jakarta, Kamis.

Seperti diketahui, dalam kasus itu, Kejagung sudah menetapkan sepuluh tersangka, masing-masing mantan Kepala Biro (Kabiro) Keuangan Kemenlu Ade Wismar Wijaya, Kasubbag Verifikasi Kemenlu Ade Sudirman, dan Direktur Utama PT Indowanua Inti Sentosa, Syarwanie Soeni.

Ade Wismar Wijaya kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Syarwanie Soeni ditahan di Rutan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, sedangkan Ade Sudirman belum ditahan karena sakit.

Gusti Putu Adnyana dan Syarif Syam Arman, keduanya menjabat sebagai bendahara biaya perjalanan diplomat Kemlu yang kini di tahan di Rutan Kejari Jakarta Selatan.

Nurwijayanti, Dirut PT A, Herron Dolfa Dirut PT K, Tjasih Litasan Manajer Operasional PT P, Danny Limarga Dirut PT S, dan Jean Hartaty Manajer Operasional PT B.

Kapuspenkum menyatakan sampai sekarang masih menunggu pemeriksaan terhadap saksi lainnya, guna mengetahui apakah dugaan korupsi itu ada keterkaitannya dengan mantan menlu.

"Untuk ajudan mantan menlu, sudah dijadwalkan namun sampai sekarang belum hadir dengan alasan sakit. Sehingga dijadwalkan pemeriksaannya pekan depan," katanya.

"Setelah pemeriksaan dari ajudan itu, kita baru mengetahui dan menyimpulkan keterangan saksi-saksi yang sudah diundang," katanya.

ICW melaporkan dugaan korupsi biaya perjalanan pejabat Kemlu dengan potensi kerugian negara sebesar Rp6,05 miliar.

Kasus itu terkait dengan penggelembungan harga tiket perjalanan dinas para diplomat atau pejabat beserta keluarga pada 2009.

Data ICW menyebutkan, sedikitnya ada tujuh perusahaan yang ditunjuk sebagai rekanan untuk keperluan perjalanan dinas para pejabat itu.

Namun, perhitungan kerugian negara selama 2009 didapat dari data kerjasama Kementerian Luar Negeri dengan empat rekanan.

Penggelembungan biaya perjalanan itu dilakukan ketika para pejabat mengklaim biaya tersebut.

Salah satu cara penggelembungan adalah dengan menggunakan invoice kosong yang diberikan oleh pihak rekanan. Dengan demikian, para pejabat bisa dengan leluasa menentukan harga tiket.

(T.R021/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010