Fly ash dan bottom ash (FABA) itu tidak memenuhi sebagai limbah B3
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan hasil pengujian limbah abu batu bara hasil pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memperlihatkan tidak memenuhi untuk masuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

"Kami melakukan tes terhadap limbah batu bara yang berasal dari PLTU, dan hasilnya adalah fly ash dan bottom ash (FABA) itu tidak memenuhi sebagai limbah B3," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam taklimat media virtual, dipantau dari Jakarta, Senin.

Menurut pengujian karakteristik yang dilakukan KLHK terhadap FABA atau abu sisa pembakaran batu bara di PLTU menunjukkan beberapa fakta seperti tidak memiliki sifat mudah menyala, tidak mudah meledak, tidak reaktif sianida dan sulfida, tidak korosif, memenuhi baku mutu Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan pengujian konsentrasi logam berat.

Dirjen PSLB3 KLHK Vivien menegaskan hasil pengujian FABA dari 19 unit PLTU dengan hasil uji semua parameter menunjukkan hasil memenuhi baku mutu berdasarkan Lampiran III PP Nomor 101 Tahun 2014/ Lampiran XI PP Nomo 22 Tahun 2021.

Baca juga: KLHK: Pengelolaan limbah abu PLTU harus sesuai standar meski non-B3

Baca juga: KLHK jelaskan alasan abu PLTU masuk dalam limbah non-B3


Selain itu hasil dari Kajian Risiko Kesehatan Manusia (Human Health Risk Assessment/HHRA) yang pernah dilakukan oleh PLTU Painto 1 dan 2 untuk mengetahui potensi risiko bagi pekerja menunjukkan tidak ada parameter yang melebih Nilai Referensi Toksisitas (Toxicity Reference Value) yang ditentukan Kementerian Ketenagakerjaan.

Vivien juga memastikan dengan masuknya limbah abu batu bara PLTU ke kategori non-B3 akan tetap mempertahankan pengelolaan yang sesuai dengan standar.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan mengeluarkan FABA PLTU dari kategori limbah B3, seperti yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan itu sendiri merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Menanggapi hal tersebut, dalam kesempatan terpisah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyayangkan keputusan tersebut karena FABA jika tidak dikelola dengan benar akan dapat memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar situs PLTU.

WALHI mendorong FABA PLTU tetap dimasukkan dalam kategori B3 dan dapat dimanfaatkan setelah melalui pengujian karakteristik spesifik berdasarkan sumber masing-masing limbah.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati menyoroti adanya potensi polusi udara jika tidak terjadi pengelolaan FABA yang tidak sesuai standar.

"Menurut penelitian Universitas Harvard, Amerika Serikat, penderita COVID-19 yang tinggal di daerah-daerah dengan pencemaran udara tinggi memiliki potensi kematian lebih tinggi dibandingkan penderita COVID-19 yang tinggal di daerah yang kurang terpolusi. Apa lagi, kelompok masyarakat yang berdiam di sekitar PLTU batu bara kebanyakan adalah masyarakat yang rentan secara sosial-ekonomi," ujar Nur Hidayati.

Baca juga: Potensi limbah abu yang terganjal peraturan lingkungan

Baca juga: KLHK bantah semua limbah abu batu bara dikeluarkan dari kategori B3

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021