Kegiatan salvage diperlukan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan atau dalam bahaya di perairan,...
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan mengingatkan para pemilik kapal untuk mematuhi ketentuan pemerintah mengenai penyingkiran kerangka kapal jika mengalami insiden atau kecelakaan agar tidak  membahayakan keselamatan pelayaran.

Ketentuan pemerintah dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 71 Tahun 2013 tentang salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2018 yang menjadi tanggung jawab dari pemilik kapal jika kapalnya mengalami insiden atau kecelakaan.

“Kegiatan salvage diperlukan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan atau dalam bahaya di perairan, mengangkat dan menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya dan mengangkat dan menyingkirkan rintangan bawah air atau benda lainnya dan itu menjadi tanggung jawab pemilik kapal,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, R. Agus. H. Purnomo dalam keterangan tertulis di Jakarta Rabu.

Baca juga: Terbukti turunkan harga, Kemenhub terus buka trayek baru tol laut

Agus menjelaskan pada tahun 2014 terjadi kasus kecelakaan pada kapal KM Patar milik PT. Kanaka Line yang mengakibatkan tenggelamnya kapal di perairan di Merauke, Papua.

Pada kasus tersebut, pemilik kapal pada awalnya tidak mau bertanggung jawab untuk mengangkat bangkai kapalnya. Namun akhirnya setelah dilakukan sejumlah upaya hukum melalui bantuan Bareskrim, akhirnya pada Januari 2021 pemilik kapal  bersedia untuk mengangkat kapalnya dengan menunjuk perusahaan Salvage. Namun demikian proses hukum tetap berjalan.

Dirjen Agus menegaskan dengan adanya Permenhub No. 38 Tahun 2018, telah diatur dengan jelas mengenai kegiatan Salvage yang bisa dilakukan oleh pemilik kapal. Pemilik kapal bisa juga menunjuk perusahaan Salvage untuk mengangkat dan menyingkirkan muatan kapal maupun benda lainnya yang bisa membahayakan keselamatan pelayaran.

“Kasus yang terjadi pada PT Kanaka Line bisa menjadi pembelajaran bagi para pemilik kapal agar dapat mengikuti peraturan yang berlaku untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan Salvage, guna menghindari dilakukannya upaya hukum jika terjadi pelanggaran terhadap kewajiban kegiatan Salvage,” tutupnya.


Baca juga: Kemenhub terbitkan aturan pembatasan angkutan barang di Tol Cipali

Aturan dan kewajiban pemilik kapal berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran pada Pasal 203 menyatakan bahwa pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama 180 hari sejak kapal tenggelam.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 38 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air kembali ditegaskan pada pasal 13 ayat (1).

Di situ disebutkan pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapalnya dan/atau muatannya ke tempat lain atau dumping area untuk kerangka kapal dan/atau muatannya yang ditentukan oleh Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis di pelabuhan terdekat.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021