Kediri (ANTARA News) - Moh. Maimun (19), seorang guru ngaji asal Pondok Pesantren Mambaul Hisam, Kelurahan Pesantren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri harus berurusan dengan Kepolisian Resor Kota (Polres) Kediri, karena dilaporkan mencabuli santrinya sendiri, IZA (8).

"Kami mendapat pengaduan dari orang tua korban yang tidak terima atas perbuatan bejat tersangka. Oleh karena itu, kami menahannya untuk dimintai keterangan," kata Kepala Bina Operasi, Polresta Kediri, Iptu Siswanto di Kediri, Jawa Timur, Selasa.

Ia mengatakan, dari keterangan keluarga yang melaporkan kasus tersebut, kejadian itu berlangsung hingga lima kali, sejak 12 Desember 2008 hingga terakhir tanggal 17 Januari 2009.

Kejadian bejat itu dilakukan di lingkungan pondok, dalam keadaan sepi. Motif yang dilakukan pelaku, dengan memanggil korban dan mengajaknya menonton televisi di ruang pondok, seperti ruangan televisi, ruang kelas bahkan di halaman pondok.

Menurut Siswanto, kejadian itu terungkap saat korban mengadu pada orang tuanya, kalau guru ngajinya tersebut sering berbuat tidak senonoh. Merasa diperlakukan tidak hormat, akhirnya orang tua korban melaporkan kejadian itu ke pondok dan Polresta Kediri.

Usai mendapat laporan tersebut, polisi langsung menahan pelaku yang bertempat tinggal di pondok tersebut, dan memeriksa motif sebenarnya dari perbuatan bejatnya.

Kepada penyidik, ia mengaku suka dengan bocah yang masih kelas dua sekolah dasar tersebut. "Saya suka dengan dia (IZA)," katanya singkat saat diperiksa di ruang Perlidungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Kediri.

Menyinggung kesukaannya pada buku atau kitab yang berhubungan dengan masalah seksual, Maimun langsung mengelaknya. Menurut dia, perasaan suka itu muncul dengan sendirinya, sehingga langsung mendekati korban.

Siswanto mengatakan, alasan yang digunakan pelaku karena ada unsur suka, sangat tidak masuk akal. Terlebih, korban masih berumur delapan tahun.

"Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Nomor 23 Tahun 2002 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara," kata Siswanto menegaskan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009