Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemungkinan akan mengurangi kapasitas pembangkit listrik yang akan dibangun dalam 10 tahun ke depan karena imbas pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam jumpa pers virtual, Rabu, menjelaskan pemerintah tengah membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2021-2030 di mana ada pengurangan kapasitas pembangkit listrik yang dibangun sekitar 15,5 Giga Watt (GW).

"Turunnya dari RUPTL periode lalu dengan (draf) RUPTL yang kita evaluasi itu 15,5 GW, ada beberapa bagian yang program 35 GW (pembangkit 35 ribu WM)," katanya.

Baca juga: Pembangunan pembangkit listrik 2020 separuh target karena pandemi

Rida menjelaskan sejak akhir Desember 2020, pihaknya telah disodori draf RUPTL 2021-2030 oleh PT PLN (Persero). Dari draf setebal 841 halaman, Rida mengaku telah melakukan diskusi dan klarifikasi dengan PLN dan melaporkannya secara berkala kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif.

"Kami lapor ketiga kalinya ke Menteri ESDM besok. Belum selesai, tapi menuju arah selesai. Mudah-mudahan akhir bulan ini," katanya.

Rida menjelaskan setelah dibahas dengan Menteri ESDM, draf tersebut nantinya akan dikembalikan kepada PLN untuk diperbaiki sesuai arahan Menteri ESDM.

Ia mengakui, pandemi Covid-19 cukup banyak mempengaruhi proyek pembangunan pembangkit listrik yang ada dalam RUPTL. Dampaknya bervariasi mulai dari pergeseran Commercial Operation Date (COD), penggantian dengan proyek lain seperti transmisi hingga relokasi proyek.

Baca juga: Menteri ESDM akan negosiasi ulang proyek pembangkit listrik 35 ribu MW

Lebih lanjut, Rida mengungkapkan kondisi pandemi membuat pemerintah lebih realistis pada proyek-proyek yang bisa dijalankan di masa mendatang, termasuk asumsi pertumbuhan pertumbuhan listrik.

Dalam RUPTL 2021-2030, pemerintah menargetkan pertumbuhan listrik hanya di kisaran 4,9 persen, turun jauh dibandingkan target pertumbuhan listrik dalam RUPTL periode sebelumnya yang dipatok di angka 6,4 persen.

"Turun proyeksinya. Kemarin boleh optimis tapi berkaca di 2020 akibat Covid-19, kita lihat pemulihan ekonomi seperti apa karena no body knows kapan Covid-19 berakhir, maka kemudian kita sepakat ambil sikap moderat pertumbuhan listrik 4,9 persen dari awalnya 6,4 persen," katanya.

Meski ada pengurangan tambahan kapasitas pembangkit listrik, termasuk di pembangkit listrik energi baru terbarukan, Rida menegaskan komitmen pemerintah atas Perjanjian Paris di mana Indonesia akan menekan emisi karbon dan mengejar bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021