Nilai tambah terbesar ada pada industri berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang dikomersialkan sesuai kebutuhan pasar
Jakarta (ANTARA) - Pelaku usaha meminta dukungan dari pemerintah untuk membantu mengembangkan produk-produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berbasis teknologi.

Ketua Akumindo (Asosiasi UMKM Indonesia) M Ikhsan Ingratubun dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, mengatakan, pelaku usaha di Indonesia sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk teknologi tinggi namun masih diperlukan dukungan pemerintah untuk sejumlah hal.

Pertama yaitu mengenai jaminan ketersediaan pasar dan yang kedua adalah dukungan anggaran pada saat dalam proses pengembangan produk. Dukungan pemerintah berupa insentif baik insentif perpajakan maupun insentif fiskal lainnya bagi masing-masing pelaku usaha yang mengembangkan produk berbasis teknologi tinggi, diperlukan untuk membuat pelaku usaha menghasilkan produk yang berkualitas dan kompetitif.

"Alokasi anggaran dan insentif ini penting untuk menggairahkan pelaku usaha dalam pengembangan produk," ujar Ikhsan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani juga mendukung industri nasional berbasiskan teknologi. Sebab menurut Shinta, di masa datang, industri harus memiliki nilai tambah yang baik agar bisa bertahan di pasar.

"Nilai tambah terbesar ada pada industri berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang dikomersialkan sesuai kebutuhan pasar," ujar Shinta.

Oleh karena itu, lanjut Shinta, jika Indonesia ingin menjadi negara maju dalam 20 tahun ke depan, mendorong realisasi investasi di industri berbasis riset dan teknologi sangat penting untuk dimulai dari sekarang.

Meski demikian ada banyak kendala yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan industri berbasis riset dan teknologi (ristek) di Indonesia. Mulai dari kendala SDM, keterbatasan modal, dan tidak adanya lingkungan industri yang cukup kondusif untuk pengembangan industri berbasis ristek.

Itu sebabnya, Shinta menuturkan prioritas utama yang harus dikerjakan pemerintah adalah membenahi ekosistem industri agar perusahaan-perusahaan berbasis riset dan teknologi bisa mulai tumbuh di Indonesia. Hal itu berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya.

Selain itu, insentif untuk investasi di bidang ristek yang saat ini ada masih belum cukup menarik bagi investor. Sebagai contoh, UMKM yang mengembangkan produk berbasis teknologi adalah industri produk tembakau aternatif.

Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menyatakan, pihaknya getol dalam mengembangkan teknologi untuk industri ini. Akan tetapi ekosistem aturan yang ada belum optimal dalam mendukung perkembangan produk tembakau alternatif dalam negeri.

Garindra mengungkapkan saat ini ribuan pengusaha rokok elektrik yang menjadi anggotanya saat ini masih termasuk dalam skala UMKM mulai menjajaki teknologi ekstraksi nikotin dari sumber daya lokal. Sayangnya, teknologi tersebut masih diadopsi dari penelitian dari luar negeri karena Indonesia masih minim kajian ilmiah terkait hal tersebut.

Padahal dengan sumber daya yang tersedia di dalam negeri, lanjutnya, pengembangan teknologi yang diusung UMKM ini dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian dalam negeri berupa serapan tenaga kerja hingga pungutan cukai.

"Kami berharap ada langkah konkret berupa kebijakan dari pemerintah memberikan dukungan seluas-luasnya kepada pelaku industri dalam bentuk regulasi khusus untuk menstimulus pelaku industri dalam berinovasi dan mengembangkan teknologi," ujar Garindra.

Baca juga: Alasan Jokowi panggil pelaku UMKM di Istana Merdeka
Baca juga: UMKM minta percepat penyaluran bantuan modal kerja

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020