Jumlah persentase penduduk miskin di perdesaan pun ikut turun dari 13,96 persen menjadi 12,6 persen pada periode yang sama.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui perekonomian Indonesia pada 2019 mengalami tekanan yang sangat berat karena pengaruh kondisi perekonomian global.

Tekanan itu membuat perekonomian Indonesia pada kuartal pertama 2020 hanya mampu tumbuh 2,9 persen.

"Ini adalah pertumbuhan paling rendah sejak krisis keuangan global terjadi pada tahun 2008—2009," ujar Sri Mulyani menanggapi Pandangan Fraksi-Fraksi DPR RI terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2019 dalam rapat paripurna DPR RI Ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020—2021​​​​di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Stafsus Menkeu: Perlu adaptasi percepat penyerapan PEN

Mulyani mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar itu dipengaruhi banyaknya ketidakpastian kebijakan ekonomi dan politik Amerika Serikat dan Tiongkok pada tahun 2019, serta arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat yang juga turut mewarnai juga dinamika geopolitik di berbagai belahan dunia.

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang kembali tereskalasi pada bulan Mei 2019, kata Sri Mulyani, telah memberikan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi global dan juga termasuk di Indonesia, terutama berakibat pelemahan pada jalur perdagangan internasional.

"Sentimen investasi ekspor Indonesia pun secara persisten tumbuh negatif pada tahun 2019," katanya.

Dengan kondisi perekonomian global yang tidak menguntungkan tersebut, Mulyani menilai Indonesia patut bersyukur karena pada tahun 2019 perekonomian Indonesia masih mampu bertahan tumbuh di atas 5 persen, yaitu 5,02 persen.

"Angka pertumbuhan tersebut, bahkan masih lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebesar 4,8 persen," katanya.

Baca juga: Sri Mulyani: Pendapatan negara hingga Juli 2020 capai Rp922,2 triliun

Konsumsi masyarakat meskipun tumbuh sedikit lebih rendah daripada proyeksi 5,1 persen, tetap mampu tumbuh di atas 5 persen di tengah tantangan pertumbuhan ekonomi global.

"Tekanan kondisi eksternal tersebut menyebabkan pemerintah memilih untuk melakukan kebijakan fiskal yang bersifat counter cyclical. Hal ini menyebabkan primary balance masih berasa berada dalam zona negatif," kata Sri Mulyani.

Meskipun demikian, belanja pemerintah diarahkan secara selektif untuk menopang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pemerintah pun membelanjakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan penguatan pembangunan wilayah dari pinggiran dengan didukung oleh belanja transfer ke daerah dan dana desa.

Dengan kebijakan itu, Indonesia telah mampu meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah.

Baca juga: Menkeu: Subsidi bunga KUR Super Mikro butuhkan anggaran Rp760 miliar

Mulyani mengklaim beberapa pusat pertumbuhan ekonomi baru muncul di daerah akibat kebijakan tersebut dan membawa perbaikan tingkat kesenjangan atau rasio gini di wilayah pedesaan yang tadinya sebesar 0,316 pada tahun 2016 menjadi 0,315 pada tahun 2019.

"Jumlah persentase penduduk miskin di perdesaan pun ikut turun dari 13,96 persen menjadi 12,6 persen pada periode yang sama," katanya.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020