Ruhiman kemudian menghubungi murid-murid dari almarhum ayah NL untuk ikut dalam aksi pembunuhan berencana ini
Jakarta (ANTARA) - Penyidik Polda Metro Jaya telah mengungkap kasus penembakan yang menewaskan  pemilik perusahaan pelayaran bernama Sugiarto (53) yang didalangi oleh karyawatinya yang bernama Nur Lutfiah (34).

"Kronolgis kejadian, bahwa tersangka atas nama NL, karyawan swasta daripada PT Dwiputra Tirta Jaya, PT ini milik korban, yang bersangkutan bekerja sejak 2012 sebagai admin keuangan, jadi untuk motif tersangka ada dua, pertama tersangka ini sakit hati dan marah," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana di Mako Polda Metro Jaya, Senin.

Nana menjelaskan tersangka NL sakit hati karena sering dimarahi dan ada beberapa pernyataan Sugiarto yang dianggap melecehkan tersangka, korban juga disebut sering mengajak tersangka bersetubuh dan menyebutnya perempuan tidak laku.

Sedangkan alasan kedua NL menghabisi Sugiarto adalah rasa ketakutan karena yang bersangkutan sejak 2012 sampai 2020 banyak mengurusi pajak-pajak perusahaan, namun ada yang sebagian tidak disetorkan.

Baca juga: Otak pembunuh bos pelayaran siapkan Rp200 juta untuk lancarkan aksinya

"Pajak-pajak inj tidak semua disetor ke kantor pajak, ada indikasi menggelapkan uang, ada beberapa kali teguran dari kantor pajak Jakarta Utara ke perusahaan tersebut, hal ini membuat pihak korban menyampaikan bahwa tersangka akan dilaporkan ke polisi, jadi Inilah kekhawatiran tersangka," kata Nana.

Berawal dari hal itu menyuruh tersangka meminta suami sirinya Ruhiman (42) untuk membunuh korban.

"NL minta tolong ke R alias M ini merupakan suami siri tersangka untuk membunuh korban. Setelah itu mulailah melakukan perencanaan pembunuhan," ujar Nana.

Baca juga: 12 tersangka kasus pembunuhan di Kelapa Gading terancam hukuman mati

Ruhiman kemudian menghubungi murid-murid dari almarhum ayah NL untuk ikut dalam aksi pembunuhan berencana ini. Kemudian mulailah bergabung tersangka Dikky Mahfud (50), Syahrul (58), Rosidi (52), Mohammad Rivai (25), Dedi Wahyudi (45), Ir Arbain Junaedi (56), Sodikin (20), Raden Sarmada (45) diterbangkan langsung ke Jakarta dari Bangka Belitung dan diinapkan di hotel di bilangan Cibubur.

"Sindikat ini satu kelompok kemudian para pelaku ini adalah anak atau murid dari orang tua NL. Sehingga mereka dengan alasan seperjuangan setuju datang ke Jakarta," ungkap Nana.

Kemudian tersangka Arbain Junaedi berkomunikasi dengan Suprayitno (57) untuk mendapatkan senjata api yang kemudian diperoleh dari tersangka Totok Hariyanto (64).

"Senjata ini tidak terdaftar dan senjata ini milik AJ. AJ dapat senjata itu tahun 2012 dia beli Rp20 juta. Senjata ini gelap, ilegal dia beli dari TH melalui SP," tuturnya.

Baca juga: Otak kasus penembakan di Kelapa Gading ternyata karyawati korban

Nana kemudian menjelaskan bahwa kelompok ini belum pernah terlibat aksi kriminal. Bahkan, tersangka DM yang berperan sebagai eksekutor penembakan juga tidak pernah menggunakan senjata api.

"DM ini belum punya kemampuan apa-apa untuk menembak dan dilatih oleh AJ," kata Nana.

Kemudian pada 13 Agustus pukul 06.30 WIB para tersangka meninggalkan hotel dan menggunakan mobil dan motor menuju kantor korban atas nama Sugiarto di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

"Pukul 12.45 WIB Sugiarto keluar, DM memastikan korban itu target dan sempat berpapasan. Setelah memastikan DM ini berbalik arah dan menembak lima kali mengenai punggung dan kepala ada satu dipunggung dan dua di wajah. Ini yang mengakibatkan meninggal dunia," ujarnya

Kemudian, dijelaskan Nana, para tersangka berkumpul di Tangerang dan sebelum kembali ke Lampung, berkumpul di rumah Ruhiman yang merupakan suami siri dari Nur Lutfiah.

NL kemudian menyerahkan dana sebesar Rp200 juta kepada  Ruhiman yang semuanya diserahkan ke eksekutor DM.

Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil meringkus para tersangka yang bersembunyi di daerah Lampung, Cibubur, dan Surabaya.

Sebanyak 12 orang yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana tersebut kini telah menyandang status tersangka dan terancam hukuman mati.

"Para tersangka ini kita kenakan pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 dan atau Pasal 1 UU Darurat RI No. 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau 20 tahun penjara," pungkas Nana.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020