Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung, Hendarman Supandji, menyatakan pihaknya akan mengevaluasi untuk mengajukan banding terkait putusan terhadap empat eksekutor pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkarnaen, yang masing-masing divonis 18 tahun dan 17 tahun.

"Kita masih pikir-pikir, nanti kita evaluasi apa mau diterima atau tidak putusan itu," katanya, di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten memvonis Daniel Daen Sabon 18 tahun penjara, Hendrikus Kia Walen dan Fransiscus Tadon Kerans serta Herry Santoso masing-masing divonis 17 tahun penjara.

Hendarman menyatakan sesuai peraturan, pihaknya diberi waktu selama 14 hari untuk mengajukan upaya hukum berikutnya terkait putusan tersebut.

Saat ditanya wartawan apakah vonis tersebut akan berpengaruh pada tersangka lainnya, yakni, Antasari Azhar, Sigit Haryo wibisono, Kombes Pol Wiliardi Wizar dan Jerry Hermawan Lo, ia mengatakan putusan tersebut jelas akan berpengaruh pada putusan yang lainnya. "Karena saling terkait," katanya.

Terkait dengan persidangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, yang JPU-nya tidak bisa menunjukkan alat bukti, seperti pakaian korban dan telepon seluler korban Nasruddin Zulkarnaen yang rusak.

Ia mengatakan persoalan bukti pakaian dan SMS atau rekaman di telepon seluler Nasruddin, bukan merupakan satu-satunya alat bukti.

"Tapi saksinya banyak, bisa dirumuskan, Jaksa takkan terpengaruh dalam satu bukti saja, masih banyak alat bukti lain yg membuktikan perbuatan Terdakwa," katanya.

Seperti diketahui, dalam persidangan Antasari, saksi ahli teknologi informasi menyatakan bahwa alat bukti berupa telepon seluler korban, dalam keadaan rusak.

Akibatnya, pengecekan kembali adanya rekaman perbincangan antara Antasari dengan Rani Juliani (istri siri korban) yang notabene sengaja direkam oleh Nasruddin Zulkarnaen, serta pesan singkat (SMS) bernadakan ancaman dari Antasari kepada Nasruddin, tidak bisa dilakukan.

Kemudian, saksi ahli pidana, Andi Hamzah, menyatakan seusai KUHAP bahwa rekaman dan SMS tidak bisa dijadikan alat bukti dalam kasus tindak pidana umum.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009