beroperasinya LRT Fase 1 dan Water Treatment Plant Kanal Banjir Barat (WTP KBB I) menyumbang pendapatan perusahaan di tahun 2019
Jakarta (ANTARA) - Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik DKI, Jakarta Propertindo (Jakpro), mencatatkan pendapatan sebanyak Rp429 miliar pada tahun 2019 ini.

Direktur Keuangan Jakpro Yuliantina Wangsawiguna menyebutkan pendapatan itu disumbang dari beroperasinya dua investasi  yang ditanamkan BUMD tersebut yakni LRT Fase 1 dan Water Treatment Plant Kanal Banjir Barat (WTP KBB I).

"Tahun 2019 kami mengalami kenaikan cukup signifikan karena beroperasi komersialnya LRT fase 1 dan WTP KBB I pada Desember 2019," kata Yuli di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin.

Baca juga: Jakpro optimis revitalisasi TIM rampung tepat waktu pada 2021

Efek dari kedua investasi tersebut, kata Yuli, akan dirasakan satu tahun penuh pada tahun 2020 mendatang di mana Jakpro memiliki target pendapatan sebesar Rp911 miliar.

Pendapatan yang dicetak tersebut melebihi capaian pendapatan tahun 2018 lalu senilai Rp375 miliar. Meski memiliki kenaikan pendapatan, Jakpro ternyata juga mencatatkan kerugian sebesar Rp76 miliar.

Baca juga: Anies Baswedan resmikan Masjid Amir Hamzah di TIM

Yuli mengatakan angka tersebut akibat beban usaha sebesar Rp374 miliar yang meningkat signifikan dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp268 miliar atau sebesar 33 persen yang jika dirinci akibat kenaikan beban pegawai, beban penyusutan, beban profesional dan beban lainnya.

Untuk beban pegawai, kata Yuli, pada tahun 2019 ini sejumlah Rp212 miliar karena jumlah karyawannya meningkat dari 89 orang pada 2015 menjadi 758 orang di 2019.

"Ini seiring bertambahnya lini bisnis Jakpro secara signifikan, serta KSD (projek penugasan Pemprov) yang memerlukan perhatian seksama," ucap dia.

Untuk beban penyusutan pada 2019 sebesar Rp29 miliar akibat Jakpro memiliki aset prasarana LRT. Kemudian beban profesional yang tercatat sebesar Rp47 miliar (naik dari Rp12 miliar tahun 2018) karena banyaknya perusahaan menyewa jasa konsultan untuk kajian strategis.

Baca juga: Jakpro minta Bank DKI bantu biayai proyek JIS

"Termasuk konsultan hukum untuk penyelesaian kasus lama di Jakpro," ujar Yuli.

Adapun biaya lainnya, pada 2019 ini Jakpro mencatat sebanyak Rp87 miliar yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp106 miliar, karena tahun tersebut perusahaan memiliki biaya penurunan nilai (impairment) piutang usaha tidak tertagih di 2018 sebesar Rp39 miliar setelah dilakukan review serta kewajiban penyelesaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tertunggak.

"Namun demikian tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (Compound Annual Growth Rate/CAGR) Jakpro adalah sekitar sembilan persen dari sisi pendapatan," ucap Yuli.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan yang diungkapkan oleh Jakpro adalah gambaran perusahaan saat ini dan menunjukkan kinerja  walaupun masih terdapat nilai yang minus merupakan langkah perbaikan dari perusahaan.

"Laporan ini kami terima dan kami akan pelajari lagi untuk kemudian dibahas kembali," ucap Aziz di Gedung DPRD DKI Jakarta.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020