Jakarta (ANTARA News) - Forum Pangan Pertanian Indonesia (FPPI) mempertanyakan kinerja Departemen Pertanian karena masih tingginya impor pangan yang akan semakin membahayakan keamanan pangan Indonesia baik dari segi ketersediaan dan juga gizinya.

Kordinator FPPI Benny Kusbini kepada pers di Jakarta, Kamis, mengatakan, forum yang terdiri dari berbagai unsur dewan pertanian tersebut mencermati kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian ini.

Hadir dalam acara itu Sekjen Dewan Jagung Maxdeyul Sola, Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana, Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia Krisantono dan Ketua Umum Perusahaan Perunggasan Indonesia Anton Supit serta Sekjen Hortikultura Nasional Karen Syarif Tambayong.

Menurut data, kekuatan cadangan pangan Indonesia rapuh. Berbagai jenis makanan utama masih harus dipenuhi dari impor, mulai dari susu, daging, garam, kedele, dan beras serta gandum.

Untuk daging misalnya bisa dipenuhi dari impor sapi bakalan yang jumlahnya 600 ribu ekor per tahun dan juga dari impor daging sapi yang mencapai 50 ribu ton per tahun. Total impor dari kedua komoditas itu mencapai hampir Rp7 triliun.

Untuk garam, Indonesia juga masih harus memenuhi kebutuhannya dari impor sebanyak 1,6 juta ton per tahun, demikian juga dengan gandum mencapai 8 juta ton/tahun.

Sementara kebutuhan susu sebesar 80 persen di antaranya harus dipenuhi dari pasar impor, dengan devisa yang dikeluarkan delapan hingga sembilan triliun rupiah per tahun.

"Ini menjadi keprihatinan kita bersama karena negara kita ini luas tapi kenyataannya pangan kita masih tergantung dari pasar impor," kata Benny yang juga Ketua Dewan Kedelai Nasional.

Pemerintah, kata Sekjen Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola, harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah ini khususnya di institusi yang mengurusi masalah pertanian ini.

Bahkan dia mengusulkan agar Deptan dihapuskan saja jika anggaran dari pemerintah hanya kurang dari lima persen. Besaran anggaran, menurut dia, merupakan bukti rendahnya keberpihakan pemerintah terhadap sektor tersebut.

Dari total kebutuhan untuk pertanian sebesar Rp165 triliun, hanya kurang dari lima persen yang ada di Deptan. "Kalau memang pertanian sebagai ujung tombak artinya Deptan juga harus fokus ke sektor itu," katanya.

Ia juga mengusulkan Deptan tidak saja hanya mengurus masalah produksi pertanian namun juga merambah ke sektor industri. "Nama departemen ini seharusnya menjadi Departemen Pertanian dan Industri Agro," katanya.

Sedangkan Anton Supit mengatakan, sektor pertanian sangat penting karena 42 persen angkatan kerja ada di sektor tersebut. Persoalan anggaran diakuinya menjadi nomer sekian karena yang lebih penting adalah apakah departemen tersebut bisa efektif berjalan.

"Jangan terpukau dengan anggaran besar. Anggaran bisa saja besar namun yang lebih penting ada grand design sektor pertanian ini," katanya.

Dengan jumlah penduduk mencapai 225 juta, katanya mestinya Indonesia bisa mengurangi kebutuhan impor pangannya yang mencapai Rp50 triliun.

Deptan, lanjutnya, harus mereformasi diri dan Presiden terpilih harus memilih menteri yang tepat untuk mengurus departemen tersebut. Setidaknya, menteri tersebut harus berpengalaman dan tahu persis masalah di sektor pertanian.

Ia juga harus pintar melobi dan mampu mengatur birokrasi apalagi disiplin birokrasi yang ada sangat lemah dan sudah dipolitisasi. "Menteri juga harus mendapat dukungan kuat dari pimpinan pemerintah serta berjiwa wirausaha ,negarawan serta mampu bekerjasama dengan menteri lainnya," kata Anton. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009