Surabaya (ANTARA News) - Calon Presiden (Capres) Jusuf Kalla (JK) ditanya oleh pengusaha etnis Tionghoa mengenai pandangannya yang selama ini dianggap tidak berpihak pada pengusaha etnis Tionghoa di Indonesia atau anti-China.

"Pak JK sering kali menjelek-jelekkan pengusaha etnis Tionghoa. Bahkan di Malaysia, Pak JK juga melakukan hal itu. Saya ingin tanggapan Pak JK terkait masalah ini," kata Ketua Perhimpunan Pengusaha Tionghoa Surabaya, William Rahardja, saat bertemu JK, di Empire Palace, Surabaya, Sabtu malam.

Menurut dia, sikap JK sangat merugikan para pengusaha etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. "Padahal, sejak reformasi, di Indonesia sudah tidak ada lagi istilah pengusaha pribumi dan nonpribumi," katanya.

Menanggapi pertanyaan itu, JK mengawali penjelasan mengenai kondisi perekonomian di Indonesia yang masih belum menunjukkan adanya pemerataan.

"Padahal, supaya negeri ini aman, perlu adanya pemerataan. Anda punya rumah dan hotel bagus, tentu tidak akan aman, jika tetangga di sekitar Anda banyak yang miskin. Gap perekonomian kita terlalu tinggi," katanya.

Ia lalu menyebutkan peristiwa kerusuhan Mei 1998. "Mei 1998 itu bukan peristiwa politik, tapi gejolak sosial ekonomi sehingga terjadilah huru-hara," kata Ketua Umum Partai Golkar itu.

Oleh sebab itu, untuk mewujudkan pemerataan, perlu ada peningkatan bantuan permodalan bagi kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Keadaan sekarang ini terbalik, yang besar dapat kredit dengan bunga rendah, sedangkan yang kecil bunganya tinggi," kata pria yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha itu.

Menurut dia, pemerataan itu bukan berarti harus rasial. "Justru saya ingin semua pengusaha ini bersatu menjadi pengusaha Indonesia. Untuk itu, saya tidak memiliki komitmen apapun, baik dengan pengusaha Jawa, pengusaha Tionghoa, pengusaha Kalimantan, pengusaha Sulawesi, maupun pengusaha lainnya," katanya dalam acara pertemuan dengan para pengusaha yang digagas Komite Tionghoa Indonesia Peduli Pemilu itu.

Menurut dia, kalau tidak ada upaya peningkatan dan perhatian terhadap pengusaha pribumi, negara ini akan pincang.

Sementara itu, juru bicara pengusaha keturunan Tionghoa, Sofjan Wanandi, yang hadir pertemuan itu, menganggap, JK tidak anti-China.

"Lebih dari 40 tahun saya kenal JK ketika sama-sama sebagai aktifis mahasiswa. Isu mengenai JK anti-China itu lebih banyak karena adanya persaingan dagang antara pedagang China dengan pedagang Bugis. Kebetulan JK orang Bugis. Dan antara orang China dengan orang Bugis sama-sama jago berdagang," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.

Menurut dia, kalau JK rasial, tentu tidak akan bisa menyelesaikan konflik horisontal yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Demikian halnya dengan yang terjadi Aceh.

Selain soal anti-China, JK juga disambati masalah pembangunan Pasar Turi yang habis terbakar, penyelesaian sengketa ganti rugi dalam peristiwa semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas, dan meningkatnya pertumbuhan pasar modern.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009