Kalau di penerbangan mudah mendefinisikan mudik atau pulang kampung. Pertama dari KTP asal daerah, kedua tidak punya tiket balik atau ‘return ticket
Jakarta (ANTARA) - Maskapai Garuda Indonesia memiliki strategi untuk membedakan penumpang yang mudik dan pulang kampung dalam masa pelarangan mudik saat ini.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam rapat dengar pendapat (RDP) virtual dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu, mengatakan cara tersebut dapat dilihat dari kepemilikan tiket kembali (return ticket).

“Kalau di penerbangan mudah mendefinisikan mudik atau pulang kampung. Pertama dari KTP asal daerah, kedua tidak punya tiket balik atau ‘return ticket’,” katanya.

Baca juga: Dampak COVID-19, Garuda renegosiasi sewa pesawat hingga pangkas rute

Ia mengeluhkan banyak calon penumpang yang tidak bisa terbang dan memutuskan untuk mengembalikan bea tiket (refund), terlebih setelah keluar Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama asa Mudik Idul Fitrik 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.

“Kita masih menghadapi kondisi abnormal, banyak yang membatalkan karena tidak bisa pergi bukan karena tidak mau ditambah PM 25 mewajibkan kami me-‘refund’ tiket,” katanya.

Namun, Irfan mengatakan pihaknya akan tetap mengembalikan bea tiket dengan voucher meskipun itu untuk tiket promo.

“Kalau tiket pesawat kelas rendah, seperti promo, Anda tidak bisa ‘refund’, tidak bisa ‘reschedule’, tertulis begitu. Tapi, karena kondisi ini siapapun kami ‘refund’, tapi tidak ganti dengan cash, kami ganti voucher berlaku sampai Maret 2021,” katanya.

Baca juga: 25.000 karyawan Garuda Indonesia Group terdampak penundaan gaji

Ia berharap pada 3 Mei 2020, penerbangan domestik bisa dibuka kembali karena banyak penumpang yang terjebak (stranded) di zona merah dan yang masuk ke dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Kalau dibuka lagi tanggal 3 Mei, siapapun akan banyak persyaratan, termasuk maksud terbang dan kesehatan,” katanya.

Awalnya, Irfan akan memindahkan penerbangan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, ke Bandara Kertajati, Majalengka, namun akan menimbulkan masalah baru di sisi transportasi darat.

“Kami ada keinginan pindahkan ke Kertajati dari Cengkareng. Ini cuma mengalihkan saja persoalan tadinya di pesawat sekarang di darat karena dari Jakarta harus melalui akses tol di mana dalam PM 25 diawasi sangat ketat,” katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020