Hal yang menarik adalah munculnya nama Presiden AS Donald Trump di posisi top influncer di media Indonesia juga menunjukkan figur ini ternyata cukup menarik perhatian media
Jakarta (ANTARA) - Riset yang dilakukan oleh Indonesia Indicator (I2) menyebutkan, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, menduduki posisi sebagai top influencer dari 10 figur yang masuk dalam jajaran Influencer isu COVID-19.

Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang dalam diskusi webinar bertajuk "Strategi Komunikasi Krisis Pandemi COVID-19: Memulihkan Public Trust" yang digelar, di Jakarta, Selasa, menyebutkan, Yurianto menduduki posisi sebagai top influencer dengan 114.983 pernyataan dikutip media.

"Hal ini merupakan satu hal yang positif, media dan masyarakat punya satu arahan (pembentuk wacana) di publik terkait perkembangan isu Corona di Indonesia. Dikaitkan dengan isu public trust, penempatan Yurianto sudah cukup baik, dan situasi komunikasi relatif terkendali, jika dibandingkan sebelum ada jubir khusus," kata Rustika dalam keterangan tertulisnya.

Top influencer isu COVID-19 berikutnya masing-masing ditempati oleh Presiden Joko Widodo 98.273 pernyataan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 42.020 pernyataan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 33.834 pernyataan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa 25.477 pernyataan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo 21.198 pernyataan, serta Ketua BNPB Doni Monardo 16.355 pernyataan.

Baca juga: Kemendes PDTT umumkan BLT Dana Desa sudah mulai diterima warga miskin

Sementara itu, Menkes Terawan, yang pada pra-pandemi banyak menguasai panggung dan menjadi top influencer, turun tajam ke posisi 14, dan berada di bawah Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan dan Menko Polhukam Mahfud MD.

Apabila dikaitkan dengan beberapa pernyataannya yang sempat kontroversial, maka tidak ada salahnya jika Menkes memperbaikinya dengan cepat.

Situasi itu, kata dia, pernah dialami oleh Achmad Yurianto, dan ia segera berbenah diri dan lebih hati-hati dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.

"Hal yang menarik adalah munculnya nama Presiden AS Donald Trump di posisi top influncer di media Indonesia juga menunjukkan figur ini ternyata cukup menarik perhatian media," ujar Rustika.

Donald Trump menjadi top influencer ke-8 dengan 15.949 pernyataan. Media cukup banyak mengikuti berbagai perkembangan Corona di Amerika yang kini memiliki angka tertinggi di dunia, urusan kontroversi soal suntik desinfektan, ancaman setop bantuan ke WHO, hingga tidak mau menunda pemilu AS.

Di posisi ke-9 ada nama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan 13.909 pernyataan dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus di posisi ke-10 dengan 11.463 pernyataan.

Rustika menilai, sejauh ini komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah nisbi membaik, meski dibumbui dengan kontroversi antar-pejabat, yang bisa di-framing kurang adanya koordinasi di antaranya, dan memunculkan sentimen negatif untuk pemerintahan Jokowi.

"Dalam situasi kontingensi seperti saat ini, upaya untuk membangun public trust melalui media tidak bisa dilakukan dengan gaya yang biasa-biasa saja. Perlu ada suatu upaya sehingga masyarakat, punya mercusuar, atau petunjuk arah yang pasti, jelas dan tajam," tuturnya.

Baca juga: Pasca-COVID, Indef perkirakan perekonomian kembali pulih pada 2021

Menurut dia, khususnya di masa pandemik semacam ini, strong message menjadi sesuatu yang sangat penting, terutama strong message yang disampaikan oleh strong leaders.

"Hal ini penting mengingat, rasa keingintahuan masyarakat sangat besar, dan mereka membutuhkan sebuah arahan untuk bertindak, berlaku, dan khususnya akan meyakinkan masyarakat akan masa depan mereka," ucap Rustika.

Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan, isu COVID-19 tak hanya mendominasi pemberitaan media online (daring), namun juga menarik perhatian publik di Tanah Air.

Indonesia Indicator (I2), sebuah sebuah perusahaan Intelijen Media dengan menggunakan piranti lunak Artificial Intelligence (AI) dalam risetnya bertajuk "Corona, Analisis Media Online, Twitter dan Facebook" mencatat, sepanjang 2 Maret hingga 26 April 2020 terdapat 1.336.363 berita terkait Corona dari 2.623 media daring berbahasa Indonesia.

"Isu Corona bahkan lebih banyak diberitakan media jika dibandingkan dengan pemberitaan pilpres yang rata-rata sekitar 100 ribu berita per bulan," ungkapnya.

Menurut Rustika, dinamika pemberitaan isu pandemik COVID-19 dibentuk oleh tiga hal, yakni curiosity (rasa ingin tahu), controversy (kontroversi), dan story (kisah).

Baca juga: Indef nilai "urban farming" akan berperan penting pascapandemi COVID

Rasa keingintahuan masyarakat yang cukup besar, kata dia, bisa dilihat dari perkembangan pemberitaan di media daring sejak isu virus yang berasal dari Wuhan diberitakan pada akhir Desember 2019 lalu.

"Meskipun belum diumumkan adanya pasien Corona di Indonesia, media cukup rajin untuk memberitakan berbagai perkembangan virus di berbagai dunia, utamanya China," papar Rustika.

Pascadiumumkan adanya pasien positif di Indonesia, situasi pemberitaan meningkat tajam. Rata-rata pemberitaan perhari mencapai 20-34 ribu berita/hari, atau sekitar 28.886 ribu/hari.

Rustika mengungkapkan, ada sejumlah isu utama yang paling menarik perhatian media terkait COVID-19. Update kasus COVID-19 paling banyak menyedot perhatian media mencapai 29.4054 berita. Isu lainnya yang banyak disorot media antara lain, stok pangan, hoaks, mudik, dan khususnya masalah perekonomian pasca-COVID-19.

"Kontroversi selalu menarik atensi media dan masyarakat," ucap Rustika.

Perbedaan pendapat di antara para pejabat tinggi negara, daerah, antartokoh, senantiasa mendapat ruang terbesar di media daring. Kontroversi ini terjadi mulai dari sebelum adanya pasien positif Corona, yang dimunculkan baik dari isu maupun pernyataan yang dianggap kontroversial.

Isu kontroversial yang menarik perhatian media dan publik antara lain soal anggaran influencer, pernyataan pejabat tinggi negara yang dianggap "meremehkan" Corona, mulai dari pernyataan soal masker Menkes, perizinan yang berbelit, dan lain sebagainya.

Pasca-Corona masuk Indonesia, kata Rustika, kontroversi lebih banyak di tingkat pengambil keputusan, yang sebenarnya berpengaruh cukup besar bagi masyarakat, apalagi jika dikaitkan dengan public trust.

"Beberapa kontroversi yang pernah mengambil panggung di antaranya 'tekanan' lockdown vs tidak lockdown, darurat sipil, kebijakan Menkes vs Kebijakan Menhub Luhut, Menhub Luhut vs Anies Baswedan, mudik vs tidak mudik, dan sebagainya," paparnya.

Baca juga: Upaya Kementerian PUPR bantu masyarakat kecil dan UMKM di masa Covid

Baca juga: Pertani salurkan sembako dari Presiden Jokowi di Jakarta Pusat

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020