Bukan Kasat, tapi oknum pengacara berinisial Al yang meminta uang dengan mengatasnamakan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan
Jakarta (ANTARA) - Pelapor Budianto membantah informasi terkait Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Andi Sinjaya Ghalib meminta uang Rp1 miliar untuk menangani laporan kasus.

"Bukan Kasat, tapi oknum pengacara berinisial Al yang meminta uang dengan mengatasnamakan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan," kata Budianto kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Budianto mengungkapkan oknum pengacara AL itu mengaku dapat mengatur Kasat Reskrim dan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan, sehingga meminta uang operasional Rp1 miliar.​​​​​​

Budianto juga menyampaikan permohonan maaf karena telah menyeret nama AKBP Andi Sinjaya terkait pemberitaan pemerasan yang dituduhkan kepada Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

Budianto menuturkan latar belakang persoalan dirinya memberitahukan kepada pengamat polisi Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane karena mempertimbangkan laporan yang tidak kunjung ada perkembangan sejak 2014.

"Saya meminta maaf kepada Pak Kasat, saya tidak menduga sampai seperti ini," ujar Budianto.

Baca juga: Mutasi Kasat Reskrim di Polres Jaksel untuk penyegaran

Budi menjelaskan kronologi permintaan uang senilai Rp1 miliar itu disampaikan oleh seorang pengacara yang ditemuinya di salah satu kedai kopi di sebuah mall pada akhir Desember 2018.

Dari pertemuan tersebut Budi menceritakan dirinya punya perkara yang sudah hampir dua tahun mandek di Polres Metro Jakarta Selatan.

Perkara tersebut adalah perebutan objek tidak bergerak di Jalan Kuningan Barat Raya No 29 seluas kurang lebih 400 meter persegi, terjadi 4 Maret 2018.

Ia mengatakan perkara tersebut sudah berjalan, namun kedua tersangka yakni MY dan S tidak kunjung juga ditahan atau diproses.

Dari pertemuan tersebut Budi mengharapkan perkaranya berjalan dan oknum pengacara yang mengatasnamakan Kasat Polrestro Jaksel tersebut menjanjikan akan menyelesaikan perkara tapi butuh Rp1 M.

"Katanya untuk operasional supaya penyidik tidak main-main lagi dan perkara berjalan," kata Budi.

Budi tidak menyanggupi permintaan tersebut karena tidak punya uang.

Ia juga punya bukti isi obrolan via wa kepada oknum yang menerangkan uang tersebut diperuntukkan untuk operasional penyidik.

Karena kesal perkara keduanya mandek hampir dua tahun, Budi memutuskan melapor ke Indonesia Police Watch (IPW).

"Saya lapor ke IPW 15 Desember 2019 karena saya murka, laporan saya yang pertama 2014 sudah enam tahun mandek, sekarang laporan kedua saya mau dua tahun enggak juga jalan," kata Budianto.

Kepada IPW Budi meminta agar perkara dia dirilis bahwa ada oknum penyidik yang meminta uang senilai Rp1 miliar untuk perkaranya.

Baca juga: Polda: Pergantian Kasat Reskrim Polrestro Jaksel bersifat mutasi

Dalam laporan yang emosional tersebut Budi mengaku tidak menjelaskan siapa sebenarnya yang meminta sejumlah uang tersebut.

"Saya baru bilang itu penyidik tidak menyebutkan detail yang minta adalah oknum pengacara mengatasnamakan Kasat," kata Budi.

Siap ungkap
Rencana Budi akan mengungkap siapa oknum yang memintanya uang Rp1 miliar pada saat dirinya dipanggil oleh Propam Polda Metro Jaya pada Rabu (15/1).

"Nanti saya akan ungkap semua di sana," kata Budi.

Atas kasus ini, Budi mengapresiasi kinerja Sat reskrim Polres Metro Jakarta Selatan yang telah memproses dua laporannya terkait perebutan objek barang tidak bergerak yang kini dikuasainya.

Budi juga berterimakasih kepada IPW karena telah memproses laporannya dan mengawasi kinerja kepolisian, sehingga masyarakat sepertinya mendapat kepastian hukum.

"Saya mengapresasi kinerja Sat Reskrim, dua perkara saya diproses. Saya juga berterimakasih dengan IPW mengkoreksi, adanya IPW mengoreksi kinerja kepolisian, ternyata ada pihak-pihak yang cari keuntungan menjual nama Kasat dan Kapolres," kata Budi.

"Saya juga minta maaf ke Pak Kasat, bahwa ini semua karena emosi, emosi saya dalam perkara ini, dalam laporan saya," kata Budi.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020