Usaha ini tidak hanya akan meningkatkan kehidupan nelayan tradisional kami, tetapi juga memastikan usaha perikanan tuna yang berkelanjutan
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Perikanan Pole & Line and Handline Indonesia (APH2I) berkolaborasi dengan International Pole & Line Foundation (IPNLF) memulai sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) dalam rangka meningkatkan perikanan skala kecil bersaing di pasar global.

"Usaha ini tidak hanya akan meningkatkan kehidupan nelayan tradisional kami, tetapi juga memastikan usaha perikanan tuna yang berkelanjutan," kata Ketua APH2I Janti Djuari, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, program perbaikan ini mencakup pengumpulan dan pemantauan data dan dilakukan oleh pengamat lokal dari pemerintah yang memantau dan mengumpulkan informasi penting baik itu di laut maupun di pelabuhan-pelabuhan.

Di laut, lanjutnya, informasi tentang kapal dan awak kapal dikumpulkan, bersama dengan data terkait hasil tangkapan sampingan, komposisi umpan dan berapa banyak umpan yang digunakan. Sementara di darat, para enumerator mencatat informasi hasil tangkapan utama yaitu tuna, dan hasil tangkapan sampingan dan informasi operasional seperti durasi perjalanan, jumlah awak kapal di atas kapal dan karakteristik kapal.

Perbaikan data itu, ujar dia, dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik, yang pada akhirnya mengarah pada pengelolaan perikanan yang lebih efektif.


Baca juga: Enam jenis ikan diusulkan peroleh sertifikat MSC
Baca juga: Rajungan menuju sertifikasi global, memadukan konservasi-pemanfaatan


"Mengarahkan delapan perikanan hingga sampai kepada titik krusial sekarang ini membutuhkan upaya kolektif yang besar dan saya sangat bangga dimana semua pihak yang terlibat terus bersatu dalam membangun perikanan dan laut yang lebih sehat baik untuk generasi sekarang dan juga untuk generasi yang akan datang. Harapan kami adalah bahwa perikanan ini akan segera dapat memasok tuna one-by-one yang berkelanjutan kepada konsumen," kata Janti.

Ke delapan perikanan yang terlibat dalam proses tersebut, lanjutnya, tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, dari Sulawesi Utara dan Maluku Utara, Laut Banda, Flores Timur dan Flores Barat di selatan.

Sedangkan total ada sembilan perusahaan anggota AP2HI (PT. Chen Woo Fishery, PT. Jaya Bitung Mandiri, PT. Karya Cipta Buana Sentosa, PT. Marina Nusantara Selaras, PT. Nutrindo Fresfood Internasional, PT. Primo Indo Ikan, PT. Sari Tuna Makmur, PT. Sari Usaha Mandiri dan PT. Intimas Surya) dan 471 kapal yang terlibat di tahap awal di mana hampir 70 persennya adalah kapal-kapal nelayan skala kecil di bawah 10 gross tonnage (GT) yang sangat selektif dalam menangkap tuna dengan dampak yang sangat rendah pada lingkungan dan spesies laut lainnya.

Anggota AP2HI terdiri dari 39 perusahaan dan 2.482 kapal di dalam rantai pasoknya. Di Indonesia, sektor tuna one-by-one seringkali merupakan bisnis keluarga atau komunitas dan merupakan kontributor utama terhadap ekonomi lokal dan ketahanan pangan.

Selama bertahun-tahun, AP2HI telah berusaha membantu melestarikan warisan ekonomi dan budaya yang penting ini dengan mendukung inisiatif pengembangan kapasitas lokal.


Baca juga: KKP ingin pembudidayaan ikan kobia tersertifikasi

Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP), Trian Yunanda, mengatakan, AP2HI dan IPNLF telah bekerja sama dengan KKP dalam memperbaiki pengumpulan data dan program pemantauan perikanan, yang mengarah ke pengelolaan perikanan yang lebih efektif.

"Kita semua perlu mengenali peran penting perikanan berkelanjutan, yang berkontribusi pada perbaikan lingkungan, sosial dan ekonomi, yang dapat berefek positif pada mata pencaharian nelayan kita, dan kelangsungan hidup bisnis kita. Tindakan-tindakan ini menghasilkan lautan yang lebih sehat bagi kita dan bagi generasi mendatang," katanya.

Sedangkan Direktur IPNLF untuk Asia Tenggara Jeremy Crawford memuji upaya keras para anggota AP2HI dan pemangku kepentingan lainnya dan dukungan vital yang diberikan oleh kementerian dalam memajukan delapan perikanan tersebut menuju penilaian penuh.

"Kami senang menjadi bagian dari proses penting ini dalam membangun nilai dalam rantai pasok tuna one-by-one di Indonesia. Bersama dengan mitra kami dan dengan dukungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, IPNLF telah mampu mewujudkan perbaikan operasional dan sosial yang signifikan," katanya.

Standar Perikanan MSC menggunakan tiga prinsip utama dalam menilai perikanan, yaitu stok ikan berkelanjutan, meminimalkan dampak lingkungan sehingga spesies dan habitat lain dalam ekosistem tetap sehat, dan pengelolaan perikanan yang efektif. Selain perbaikan operasional, perikanan Indonesia ini juga menerapkan perbaikan sosial yang nyata, seperti kode etik dan standar tenaga kerja yang diterima secara internasional.


Baca juga: Pelaku usaha akui pentingnya sertifikasi perikanan berkelanjutan
Baca juga: KKP dorong perwujudan SDM unggul melalui sertifikasi kompetensi

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020