Dia menilai, tuntutan tersebut terlalu ringan, sehingga dikhawatirkan tidak menimbulkan efek jera, bahkan preseden buruk terhadap kasus serupa di masa mendatang.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai dakwaan terhadap Irfan Nur Alam, anak Bupati Majalengka Karna Sobahi, yang dituntut dua bulan penjara merupakan preseden buruk terhadap kasus serupa di masa mendatang.

Dia menilai, tuntutan tersebut terlalu ringan, sehingga dikhawatirkan tidak menimbulkan efek jera, bahkan preseden buruk terhadap kasus serupa di masa mendatang.

"Menurut saya, putusan ini merupakan preseden buruk karena dakwaannya terlalu ringan, sehingga akan sulit memunculkan efek jera pada pelaku dan pelanggar aturan serupa jika hukumannya hanya dua bulan," kata Sahroni, di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Kasus anak Bupati Majalengka: Susahnya jadi anak pejabat

Sahroni menanggapi dakwaan terhadap Irfan yang didakwa pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan korbannya luka dan dijatuhi hukuman kurungan selama dua bulan.

Dia menilai dengan marak penyalahgunaan senjata api akhir-akhir ini, penegakan hukum secara tegas sangat diperlukan agar kejadian yang sama tidak terulang.

"Kalau putusannya ringan begini, dikhawatirkan penggunaan senjata api secara sembarangan akan makin marak. Ya masa cuma dua bulan, nanti orang sedikit-sedikit menembak," ujarnya pula.

Politisi Partai NasDem itu menjelaskan, salah satu prinsip hukum adalah untuk memunculkan efek jera pada pelakunya.
Baca juga: Polisi belum terima surat penangguhan penahanan anak Bupati Majalengka

Namun dengan hukuman yang hanya dua bulan, dirinya meyakini tidak hanya efek jeranya yang kurang, juga akan memunculkan kesan di masyarakat bahwa penyalahgunaan senjata api hanya dihukum ringan.

"Kalau begini, jangan-jangan kasus sopir Lamborghini bisa saja demikian ringannya, jadi semua orang yang memegang senjata bisa seenaknya nembak atau mengancam orang karena setelah diproses hukum, hukumannya paling hanya dua bulan," ujarnya lagi.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019