Kementerian BUMN juga menilai bahwa terdapat suatu produk yang menawarkan keuntungan lebih tinggi dibandingkan produk lainnya.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai bahwa saham "gorengan" menjadi salah satu penyebab  PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami defisit likuiditas.

"Kalau kita lihat, saham-saham yang diinvestasikan oleh Jiwasraya memang saham gorengan," ujar Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga di Jakarta, Kamis.

Karena itu, lanjut dia, Kementerian BUMN meminta Kejaksaan untuk meneliti mengenai kebijakan investasi yang dipilih oleh manajemen Jiwasraya.

"Apakah ada kong kalikong dalam kebijakan investasi yang dilakukan sehingga membuat Jiwasraya menjadi kolaps seperti sekarang," ucapnya.

Baca juga: Kementerian BUMN dorong kasus Jiwasraya kepada kejaksaan

Kemudian, lanjut Arya, Kementerian BUMN juga menilai bahwa terdapat suatu produk yang menawarkan keuntungan lebih tinggi dibandingkan produk lainnya.

"Tapi itu kan agak sulit untuk diteliti, karena produk itu ada persetujuan (dari nasabah), jadi mereka bisa berkelit kalau itu sudah disetujui. Kalau tidak layak pasti tidak disetujui," ucapnya.

Saat ini, lanjut dia, Kementerian BUMN juga sedang mencari data atau informasi mengenai laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), laporan ini akan menjadi acuan atau pegangan bagi Kejaksaan.

"Mungkin laporan BPK akan bisa menjadi acuan untuk pegangan bagi kejaksaan. Apakah ada kerugian negara atau kerugian masyarakat, itu bisa dipakai kejaksaan," katanya.

Sebelumnya, Manajemen Jiwasraya bersama Kementerian BUMN selaku pemegang saham Jiwasraya merancang lima skenario penyelamatan, yaitu pencarian investor strategis untuk Jiwasraya Putra, pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP), pembentukan holding BUMN sektor keuangan hingga merilis produk-produk asuransi dengan menggandeng perusahaan reasuransi atau financial reasuransi (Finre).

Baca juga: Manajemen Jiwasraya gencar jalankan skenario atasi masalah perusahaan

Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasangko mengakui saat ini perseroan memang tengah menghadapi dua persoalan serius yaitu seretnya likuiditas perseroan, hingga pada defisit kecukupan modal berdasarkan risiko perusahaan asuransi atau risk base capital (RBC).

"Yang harus digarisbawahi bahwa kami bersama pemegang saham akan terus mencari solusi untuk dua masalah itu, dan berjuang untuk nasabah. Jadi kami percaya para nasabah akan bersabar ketika mengetahui apa yang sedang dilakukan manajemen bersama pemegang saham," ujarnya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019