Jakarta (ANTARA) - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyebutkan ratusan peraturan daerah terindikasi menghambat investasi tumbuh di daerah.

Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng di Jakarta, Rabu, mengatakan beberapa waktu lalu melakukan studi cepat pada enam daerah yakni Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Depok, Kabupaten Bekasi, Kulon Progo, dan Sidoarjo.

Baca juga: Kejagung kaji perda hambat investasi

Dari hasil penelitian, menurut dia, peneliti menemukan 347 dari total 1.109 peraturan daerah (perda) yang bermasalah dan diduga memberatkan iklim investasi di daerah.

"Buat pelaku usaha itu yang penting adalah kepastian usahanya, kepastian usahanya sulit diperoleh kalau regulasinya saja sudah berbeda-beda, karena permasalahan perda para investor pun meninggalkan daerah," kata dia.

Baca juga: KPPOD rekomendasikan pemerintah tinjau ulang regulasi OSS

Menurut dia, peraturan yang tumpang tindih bahkan sering kontradiktif membuat pengurusan berbagai perizinan usaha menjadi terhambat. KPPOD pernah menamukan kejadian pelaku usaha membutuhkan waktu tahunan untuk merampungkan perizinan saja.

Pada studi cepat, para peneliti KPPOD menemukan jenis peraturan daerah yang menghambat investasi yaitu terkait perizinan usaha, pungutan pajak, retribusi, tenaga kerja, dan peraturan daerah kawasan tanpa rokok.

Baca juga: KPPOD: Perda KTR seharusnya membatasi bukan melarang

"Tidak semua peraturan daerah itu sebenarnya tidak baik, ada juga yang baik, tetapi persoalannya lingkungan yang membuat perda itu menjadi buruk," kata dia.

Contoh perda yang bagus, menurut dia, pemerintah daerah menerbitkan peraturan tentang proporsi penggunaan tenaga kerja lokal bagi investor yang membangun usahanya di daerah.

Baca juga: KPPOD: Perizinan diduga sumber korupsi kepala daerah

"Namun, ada kalangan atau ormas yang menggunakan perda ini menekan para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan. Hal seperti ini yang membuat investor merasa tidak nyaman berinvestasi," ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019