Kendari (ANTARA) - Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara  drg. Hj Heny Trivianinas mengatakan Indonesia tercatat sebagai negara peringkat ke-3 penyumbang kasus Tuberkulosis (TB) terbanyak di dunia.

"Ada enam negara sebagai penyumbang 60% kasus TB di dunia yaitu: India, China, Indonesia, Nigeria, Pakitstan dan Afrika Selatan," kata drg. Hj Heny Trivianinas di Kendari, Selasa.

Penyakit Tuberkulosis, lanjut drg. Hj Heny Trivianinas, sampai saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di banyak negara termasuk Indonesia.

"Walaupun secara global, Badan Kesehatan dunia (WHO 2017) mencatat adanya penurunan insidens TB pada tahun 2014-2015 sebesar 1,5%, namun beban global masih tetap besar. Hal ini karena perkiraan jumlah insidens TB mencapai 5,9 juta jiwa dimana 1,4 juta diantaranya meninggal karena TB," jelasnya.
Baca juga: Ahli-ahli TB dunia bahas penyakit mematikan nomor tiga di Indonesia

drg. Heny mengungkapkan, secara nasional angka penemuan kasus TB (Case Detection Rate) sebesar 47%, dengan angka keberhasilan pengobatan mencapai 86%. Dia mengatakan kondisi tersebut tidak beda jauh dari kondisi di Sulawesi Tenggara.

"Di Sultra, pada tahun 2018 ditemukan sebanyak 4.454 Kasus atau Case Detection Rate sebesar 58%, yang berarti terdapat 52% kasus TB yang belum ditemukan dan belum dilaporkan, dan angka kesembuhan sebesar 81% berdasarkan data Sistem Informasi TB Terpadu," katanya.

Menurutnya, diperlukan penurunan insidens TB sebesar 4-5 % per tahun agar dapat mencapai eliminasi TB pada tahun 2030.
Baca juga: Puan: Indonesia siap eliminasi TB

"Untuk mencapai tujuan eliminasi TB, perlu upaya maksimal dari seluruh penyedia layanan TB, tidak hanya terbatas pada upaya penemuan, namun juga pencatatan dan pelaporannya serta pengobatannya sampai sembuh di semua pemberi layanan TB," jelasnya.

"Karena pengobatan yang tidak disertai pencatatan dan pelaporan akan menyulitkan pemantauan, kesembuhan pasien tidak bisa dijamin, malah yang terjadi adalah semakin meningkatkan jumlah dan risiko penularan penderita atau terduga TB Resisten Obat atau MDR (Multi Drugs Resistance)," tambahnya.

drg. Heny mengatakan dengan rutinnya pertemuan monitoring dan vvaluasi program pengendalian TB merupakan rangkaian dari fungsi manajemen untuk menjamin terselenggaranya kegiatan pengendalian TB yang berkualitas disetiap fasyankes.

Menurutnya, dengan pertemuan dan monitoring merupakan cara mengkaji seluruh aspek dan permasalahan dalam manajemen program pengendalian tuberkulosis serta membuat rencana kerja secara komprehensif yang meliputi pengembangan SDM TB (pelatihan dan supervisi).
Baca juga: Dosen ITS rancang alat pemercepat diagnosis tuberkulosis
Baca juga: Sinar mata hari bantu cegah penularan TB

 

Dinkes Sultra gelar orientasi tatalaksana ISPA

 

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019