Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Konstitusi menyatakan permohonan Partai Demokrat untuk Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Tengah tidak dapat diterima karena melanggar syarat formil permohonan perkara.

"Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman didampingi delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Mahkamah menyatakan satu pelanggaran yang dilakukan Partai Demokrat adalah renvoi yang dilakukan pemohon dalam persidangan, termasuk dalam renvoi yang bersifat substantial.

Adapun renvoi yang dilakukan oleh pemohon dinilai Mahkamah sudah mengubah dalil dan konstruksi permohonan secara umum.

Palguna mengatakan bahwa pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan telah mengubah angka selisih perolehan suara, mengubah lokus, serta mengubah kata 'pemungutan' menjadi 'perhitungan'.

"Jika dilakukan dalam masa tenggat waktu perbaikan adalah tidak masalah. Batasnya tanggal 31 Mei 2019. Akan tetapi jika renvoi sudah melewati tanggal tersebut, justru akan menghambat proses persidangan di MK apalagi persidangan PHPU legislatif menerapkan sistem peradilan yang cepat," jelas Palguna.

Selain itu terdapat pertentangan posita dengan petitum permohonan Partai Demokrat. Dalam posita, pemohon meminta pembatalan Surat Keputusan KPU tentang penetapan hasil perolehan suara Pemilu 2019.

Namun dalam petitum, pemohon tidak meminta hal tersebut dan justru meminta pembukaan kotak suara serta Perhitungan Suara Ulang (PSU).

"Hal ini menunjukan kontradiksi antara kedua petitum dalam permohonan pemohon," ujar Palguna.