Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono menginginkan berbagai pihak agar jangan mengaitkan peristiwa pemadaman listrik yang melanda berbagai daerah dengan membaiknya kualitas udara di wilayah DKI Jakarta.

Budisatrio Djiwandono di Jakarta, Rabu, menyatakan bahwa antara dua hal tersebut adalah jelas berbeda dan meski ada hubungannya tetapi jangan dijadikan sebagai pembenaran untuk terjadinya fenomena pemadaman yang merugikan banyak warga tersebut.

"Mungkin memang ada korelasinya karena ada beberapa pihak yang menduga PLTU ikut menyumbang terhadap pencemaran udara," katanya.

Namun, ia mengingatkan pemadaman listrik itu sangatlah merugikan kalangan masyarakat serta berbagai sektor industri.

Untuk itu, ujar dia, hal tersebut harus disikapi dengan serius oleh berbagai pihak terkait. "Tidak ada pembenaran atas peristiwa padamnya listrik beberapa hari lalu," kata Budisatrio.

Politisi Partai Gerindra itu berpendapat kebijakan yang membatasi usia kendaraan dinilai sangat baik untuk mengurangi polusi tetapi juga harus disertai kebijakan lain seperti membuka semakin banyak ruang terbuka hijau.

Selain itu, Budisatrio juga menegaskan pentingnya ada langkah penegakan hukum yang harus dilakukan berbagai lembaga terkait terhadap berbagai pihak yang berkontribusi terhadap terjadinya polusi udara, seperti emisi dari pabrik.

Sebagaimana diwartakan, heboh pemadaman listrik yang berlangsung lama di DKI Jakarta, Banten, dan sebagian Jawa Barat, dan Jawa Tengah pada 4-5 Agustus silam, diharapkan dapat membuat Energi Baru dan Terbarukan (EBT) kembali dilirik.

"Blackout yang terjadi kemarin kan menjadi satu pukulan tersendiri. Diharapkan dengan ini paling tidak EBT ini tidak lagi menjadi anak tiri dari pemerintah tetapi ke depan bisa menjadi skala prioritas lah karena tren dunia kan beralih ke EBT," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan saat dihubungi, Rabu.

Pemadaman listrik tersebut disebabkan adanya gangguan pada sisi transmisi Ungaran dan Pemalang 500 kV. Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah melakukan pemeriksaan terhadap tower di Daerah Gunung Pati, Semarang, sebagai Tempat Kejadian Perkara (TKP) terkait peristiwa tersebut.

Mamit mengakui tidak yakin target penggunaan EBT sebesar 23 persen akan tercapai pada 2025, tapi setidaknya ia berharap dengan adanya kejadian pemadaman tersebut akan mendorong pengembangan EBT dari para pengambil keputusan.

Dalam pandangan Mamit, dibutuhkan political will dari pemerintah untuk dapat mengembangkan EBT, seperti dengan merampungkan pembahasan Undang-undang EBT.

Ia menyadari bahwa kendala investasi EBT saat ini masih sangat besar, sedangkan untuk pembelian dari PLN cenderung kecil. Sehingga dari sisi keekonomian untuk mencapai Break Even Point (BEP) cukup lama.

Baca juga: Pengusaha hotel alami "over booked" saat pemadaman listrik
Baca juga: Pemadaman diharapkan membuat listrik energi terbarukan jadi prioritas