Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat luas indikatif kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) seluas 135.747 hektare sejak Januari hingga Juli 2019.

“Luas Indikatif Karhutla dilakukan melalui perhitungan mengunakan Interpretasi Citra Satelit Landsat OLI/TIRS, yang dioverlay dengan data sebaran titik panas (hotspot), sampai verifikasi groundcheck di lapangan dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni,” kata Kepala Seksi Peringatan dan Deteksi Dini, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Eva Famurianty dalam diskusi Pojok Iklim LKHK di Jakarta, Rabu.

Luas indikatif Karhutla mencapai 135.747 hektare itu terdiri dari lahan gambut sebanyak 31.002 hektare dan lahan mineral 104.746 hektare.

Sejumlah provinsi yang mengalami kebakaran di lahan gambut di antaranya Aceh seluas 333 hektare, Riau 27.635 hektare, Sumatera Barat sebesar 129 hektare, Sumatera Selatan 3 sebesar 3 hektar, Sumatera Utara 17 hektare.

Kemudian Kalimantan Barat 1.291 hektare, Kalimantan Selatan 602 hektare, Kalimantan Tengah 963 hektare, Kalimantan Timur 223 hektare dan Kalimantan Utara 5 hektare.

Sementara untuk lahan mineral dengan total 104.746 hektare di antaranya Provinsi Kepulauan Riau 4.970 hektare, Riau 2.430 hektare, Jawa Timur 2.452 hektare, Kalimantan Barat 2.024 hektare, Kalimantan Selatan 4.068 hektare, Kalimantan Tengah 2.655 hektare, Kalimantan Timur 4.207 hektare, Kalimantan Utara 854 hektare.

Selanjutnya Provinsi Sulawesi Selatan 441 hektare, Nusa Tenggara Barat 1.755 hektare, Nusa Tenggara Timur 71.712 hektare, Papua 2.851 hektare dan sejumlah provinsi lainnya dengan total 28 provinsi.

Eva mengakui sempat mendapatkan pertanyaan dari wartawan terkait data Karhutla yang berbeda, antara Satgas di daerah dengan data dimiliki KLHK.

Dia menyontohkan Provinsi Riau data yang dikeluarkan Satgas sekitar 3 ribu hektare, tetapi KLHK sebesar 30 ribu hektare.

“Saya menjawab, mungkin karena mereka sibuk di lapangan jadi tidak sempat menghitung dan hanya memperkirakan saja. Tetapi kami menghitung dengan citra dan telah dilakukan verifikasi dan grouncheck,” kata Eva.

Eva menjelaskan walaupun BMKG memperkirakan el nino tahun 2019 lemah, tetapi yang perlu diwaspadai adalah hari tanpa hujan (HTH) yang begitu panjang antara 30 sampai 120 hari. Bahkan kata dia, beberapa daerah dengan HTH sudah di atas 120 hari.

“Bisa dibanyangkan dengan kelembaban udara yang sangat rendah dan partikel udara bertebaran dimana-mana, kalau sedikit saja ada api, bisa menjadi ancaman kebakaran besar,” kata Eva.

Baca juga: Satgas Riau koreksi KLHK sebut luas karhutla capai 27.683 hektare
Baca juga: Luas kebakaran hutan dan lahan di Riau 1.761 hektare
Baca juga: Luas karhutla capai 2.830 hektare selama Januari-Maret 2019