Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Konstitusi menilai posita dan petitum dalam permohonan perkara sengketa Pileg 2019 yang diajukan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Provinsi Lampung bermasalah, karena tidak berkorelasi.

"Permohonan pemohon memiliki masalah dalam posita dan petitum, karena keduanya tidak berkorelasi dan memiliki isi yang berbeda," ujar Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul membacakan pertimbangan Mahkamah di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Permohonan yang mempermasalahkan kursi DPR RI untuk daerah pemilihan Lampung 2 tersebut juga tidak merinci TPS mana yang diduga bermasalah, sehingga Mahkamah kesulitan untuk mendapatkan fakta dalam perkara tersebut.

"Pemohon juga tidak memaparkan sandingan suara versi pemohon dan termohon (KPU). Atas dasar ini, Mahkamah menilai permohonan tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan sehingga permohonan dinilai kabur dan tidak jelas," ujar Manahan.

Sementara itu, permohonan Gerindra untuk kursi DPRD daerah pemiliah Bandar Lampung 2 juga ditolak oleh Mahkamah karena dalil yang dibuat oleh pemohon dinilai tidak kuat secara hukum.

Sebagai contoh pemohon mempermasalahkan perolehan suaranya di 23 TPS, namun setelah dicermati oleh Mahkamah ternyata hanya 22 TPS yang diduga bermasalah.

Mahkamah juga menyandingkan formulir C1 dan formulir DAA1 untuk menemukan permasalahan sebagaimana didalilkan pemohon, namun Mahkamah tidak menemukan perbedaan perolehan suara tersebut.

"Tidak terjadi pengurangan suara yang merugikan pemohon, selain itu saksi pemohon dalam sidang pembuktian juga tidak mempermasalahkan suara di berbagai jenjang perhitungan suara," kata Manahan.