Mataram (ANTARA) - Penyidik tindak pidana korupsi melimpahkan berkas milik tersangka kasus korupsi proyek pengadaan alat kesenian "marching band" Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Nusa Tenggara Barat, ke jaksa peneliti.

Direktur Reskrimsus Polda NTB Kombes Pol Syamsuddin Baharudin menjelaskan bahwa berkasnya dilimpahkan setelah penyidik merampungkan petunjuk jaksa peneliti.

"Jadi berkasnya sudah kita limpahkan lagi ke jaksa," kata Syamsuddin di Mataram, Rabu.

Perbaikan berkas itu, jelasnya, terkait penjelasan dari harga perkiraan sendiri (HPS) yang diduga lewat dari batas harga normal. HPS itu diduga disusun pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan prakarsa dari rekanan. Rekanan tersebut akhirnya memenangkan tender.

"Itu petunjuk yang dikasih jaksa itu kita minta KPK untuk memberi masukan, menengahi dengan jaksa. Berkasnya agar bisa segera lengkap," ucapnya.

Baca juga: Dua terdakwa pungli dana rekonstruksi masjid dituntut 2,5 tahun

Baca juga: Pejabat Kanwil Kemenag NTB terdakwa pungli dituntut delapan tahun

Baca juga: Mahkamah Agung menolak kasasi korupsi merger BPR NTB


Dalam kasus ini, penyidik telah menyeret peran dua tersangka, yakni mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dinas Dikbud Provinsi NTB berinisil MI, yang merupakan PPK proyek tersebut. Selanjutnya, Direktur CV Embun Emas, berinisial LB.

Proyek pengadaan alat kesenian "marching band" dibagi dalam dua paket. Paket pertama dibuat sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp1,68 miliar dari pagu anggaran Rp1,70 miliar.

CV Embun Emas memenangi tender dengan penawaran Rp1,57 miliar. Alat kesenian marching band pada paket pertama ini dibagi ke lima SMA/SMK negeri.

Paket kedua disusun sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta. HPS-nya senilai Rp1,062 miliar. CV Embun Emas kembali menjadi pemenang tendernya dengan harga penawaran Rp982,43 juta.

Dari rangkaian penyelidikannya, penyidik menemukan indikasi PPK dan rekanan melakukan pemufakatan jahat mulai dari tahap perencanaan dengan rekanan yang memberikan katalog spesifikasi barang. HPS pun diduga disusun bersama-sama. Dalam kasus itu kerugian negara berdasarkan hasil hitungan BPKP Perwakilan NTB dengan nilai sebesar Rp702 juta.